Lihat ke Halaman Asli

Satya Anggara

Academic Researcher and Investor

Belajar dari Polemik Kartu Prakerja: Karena Ekonomi Butuh Lebih dari Sekadar Bansos, Pelatihan, dan Basa-basi

Diperbarui: 6 Agustus 2020   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polemik Kartu Prakerja | Sumber: https://fajar.co.id/

Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial pada akhir Juli 2020 meluncurkan Program Kewirausahaan Sosial (Prokus) sebagai bagian integral dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). 

Total dana yang dianggarkan untuk Prokus adalah sebesar Rp. 5 miliar yang akan disebarkan kepada 10.000 Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) Graduasi yang nantinya akan diseleksi lebih lanjut. Termasuk di dalam paket ini adalah modal usaha sebesar Rp. 3.500.000 per KPM lengkap dengan pendampingan dari ahlinya.

Selain itu, terdapat juga bantuan santunan kepada karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp. 5 juta per bulan yang ditujukan untuk mendongkrak daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dananya diambil dari pagu Rp. 695 triliun program PEN. (Dikutip dari Kompasiana )

Melihat dari rencana anggarannya, dana program PEN sebagian besar menyasar bidang kesehatan (Rp. 87 triliun), perlindungan sosial (Rp. 203 triliun), dukungan terhadap dunia usaha (Rp. 120 triliun), dukungan bagi UMKM (Rp. 123 triliun), bantuan untuk korporasi (Rp. 53 triliun), serta belanja kementerian dan lembaga (Rp. 106 triliun). 

Sasaran pemerintah ada pada pemulihan ekonomi dengan bertumpu pada aktivitas UMKM, dunia usaha, dan pemerintah daerah mulai kuartal 3 tahun 2020. Kendati nilainya besar pada tataran penganggaran, pada implementasinya pemerintah menilai penyerapan dana tersebut masih kurang optimal.

Ini terlihat misalnya dari bidang kesehatan yang baru merealisasikan 1.54% anggarannya, perlindungan sosial yang baru merealisasikan 28.63% anggarannya, dukungan dunia usaha sebesar 6.8%, dukungan UMKM sebesar 0.06%, belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp. 3.65%. (Dikutip dari Media Indonesia)

Dengan riwayat negara kita yang nampaknya berpengalaman dalam hal pembagian Bantuan Sosial (Bansos), sebetulnya bukan hal yang mengejutkan apabila realisasi anggaran perlindungan sosial bisa sedemikian besarnya jika dibandingkan mata anggaran lain. Boleh jadi faktor kebiasaan menyalurkan Bansos sekaligus juga kebiasaan menyelewengkan sebagian dananya memegang peranan penting dalam pencapaian tersebut. 

Bicara soal penyelewengan, masih hangat dalam benak kita polemik Kartu Prakerja yang diluncurkan sebagai bentuk realisasi janji politik Presiden Joko Widodo pasca Pilpres 2019 yang dimenangkannya. 

Dimulai dari konflik kepentingan yang menjerat salah seorang Staf Khusus Presiden, Belva Devara, selaku pemilik startup Ruangguru, salah satu penyelenggara pelatihan online Kartu Prakerja; mahalnya biaya untuk sebagian besar pelatihan yang sebetulnya bisa diakses secara gratis di internet; tudingan money politics; anggaran fantastis yang sebagian masuk ke lembaga pelatihan; hingga ketiadaan proses tender dalam pemilihan penyelenggara pelatihan. (Dikutip dari Kompas )

Alih-alih menjadi solusi di tengah ancaman pengangguran dan resesi seperti saat ini, Kartu Prakerja menjelma menjadi satu lagi program basa-basi yang pada kenyataannya justru mengenyangkan para elit tanpa memberikan dampak signifikan yang manfaatnya dapat dirasakan secara jangka panjang oleh masyarakat selaku sasaran programnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline