Lihat ke Halaman Asli

Kata Anak SD: "Jakarta Nggak Mungkin Nggak Banjir"

Diperbarui: 23 Februari 2017   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta  adalah gudangnya orang-orang top, orang-orang pilihan, para professor doktor, para pakar, sarjana lulusan perguruan tingi ternama luar nrgeri maupun dalam negeri, para jenius. Sungguh konyol bila orang-orang hebat macam itu menyikapi banjir kemarin dengan omelan sumpah serapah. Anak Sekolah Dasar saja tau, banjir semacam kemarin itu normal terjadi di Jakarta. Malah tidak masuk akal kalo tak terjadi banjir. Loh kok bisa? Logikanya gimana? Menurut logika anak SD, volume air hujan yang turun kemarin itu ibarat air satu ember dan volume seluruh sungai di Jakarta tu ibarat cuma segayung. Air seember ditumpahkan ke dalam sebuah gayung mana mungkin tidak tumpah kemana-mana? Kalo menurut logika orang-orang yang terlalau cerdas mungkin gak bakalan tumpah ya?

Apa benar perbandingan volume curah hujan dengan volume sungai-sungai di Jakarta ibarat emeber dengan gayung? Anda adalah orang-orang cerdas silahkan dihitung sendiri. Masih ingat pelajaran Matematika di SD? Anak-anak SD sudah mampu menghitung volume dan debit. Mau ngitung volume dan debit air hujan di Jakarta? Silahkan tanya dulu ke BMKG, kemarin tu curah hujannya berapa, ato silahkan tanya mbah Google. Kalo sudah ketemu, silahkan kalikan dengan luas wilayah Jakarta. Ketemu berapa? Sekarang hitung volume dan debit air seluruh sungai di Jakarta> Untuk mengetahui panjang sungai dan kedalamannya tanya siapa ya? Anda para pakar komputer, ngitung hal semacam ini sepele kan? Gimana perbandingannya?

Itu analoginya kalo air hujan langsung dicurahkan ke sungai. Padahal kenyataannya kan sebelum sampai ke sungai air hujan itu telah menempuh perjalanan jauh melewati got, gorong-gorong dan semacamnya. Anda kan tau sendiri got di sekitar rumah, kantor ato apbrik anda ukurannya seberapa. Lagi-lagi debitnya tak mampu menandingi debit air hujan. Belum sampe ke sungai saja sudah merendam lingkungan anda.

Analogi proses terjadinya banjir di Jakarta sebenarnya telah anda lihat tiap hari yaitu kemacetan lalu-lintas di Jakarta.  jalan di kampung dan di kompleks itu ibarat got kecil. Jalan dalam kota ibarat gorong-gorong. Jalan tol tu ibarat sungainya. Baru di kompleks saja kendaraan sudah tumpah ruah kan? Aliran kendaraan juga seret, sama dengan yang terjadi di got di sekitar anda. Masuk ke jalan dalam kota juga tetep lelet. Masuk jalan tol pun masih sama. Solusinya anda kan semua dah tau: jalan sejak dari kampung sampe jalan tol semua harus dilebarin biar gak terjadi banjir kendaraan.

Kalo anda gak mau lagi ada banjir di Jakarta ya solusinya mudah, gak perlu pake pusing: perbesar volume got, gorong-gorong dan sungai. Dan juga perbesar volume resapan air hujan. Di Jakarta resapan airnya bisa dibilang 0%. Gimana nggak? Semua permukaan tanah tertutup beton. Heran, anda tu orang-orang cerdas kenapa gak mikir buat pori-pori. Bongkar tu dan pabrik andasemua permukaan beton yang menutupi halaman rumah, kantor dan pabrik anda. Ganti dengan paving blok yang bolong tengahnyaa to apalah. gotnya bongkar juga, ganti yang lebih besar, kalo bisa dinding dan dasrnya juga berpori. Gak ada uang? Emangnya anda kere? Mau nyumbang apa anda buat Jakarta? Cuma sumpah serapah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline