Lihat ke Halaman Asli

Satrio Anugrah

Football Coach, Football Writer

Cerpen: Hidup untuk Mencintai

Diperbarui: 6 Juli 2021   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Darmi menyaksikan Ucup,cucunya-meregang nyawa di atas dipan. Susah payah ia mencari napas, dan bila akhirnya udara itu ditemukan, disusul suara batuk yang lebih mirip suara robekan. Darmi tak punya uang untuk membawa cucunya ke dokter, tabungan terakhir dihabiskan membayar jasa dukun untuk membersihkan gubuk kecilnya dari dedemit. 

Dan begitulah akhir hidup ucup. Meninggalkan seorang nenek tua tinggal sendirian di gubuknya yang kusam. Darmi menangis bersama tetangga terdekat. Darmi menangisi cucunya yang masih sangat muda, sedang para tetangga teriris hatinya membayangkan masa depan yang sepi untuk sang nenek tua.

Darmi beranak satu. Perempuan cantik yang sekaligus ibu dari Ucup itu bernama Amel. Namun sudah tak ingat lagi Darmi kapan terakhir kali ia melihat rupa anaknya itu. Darmi ingat momen-momen tertentu, yakni saat Amel mengaji di surau dan pulang beriringan bersama seorang anak laki-laki bernama Wahyu. Beberapa tahun kemudian guru ngaji bertamu ke rumah Darmi guna mencetuskan sebuah rencana menikahkan Amel dengan Wahyu. 

"lebih baik dinikahkan bu. saya sudah liat mereka saling mau. daripada jadi fitnah, amit-amit jadi zinah!" kata Guru Ngaji itu, sibuk betul tangannya memperbaiki sorban yang kian lama kian longgar.

Saat itu, Darmi manut saja. Tak peduli kedua mempelai adalah bocah-bocah tengik yang masih senang main petak umpet, akad dilaksanakan, dihadiri kerabat dekat yang tertawa penuh basa-basi serta tetangga yang datang berlagak peduli. Semua tersenyum di akhir hari, Darmi lega, setidaknya acara pernikahan berjalan lancar.

Setahun kemudian, Amel menjanda. Keduanya berpisah baik-baik setelah puluhan pertengkaran yang tidak baik. Setahun kemudian Amel dijemput seorang lelaki jakarta.

"Kerja bu." kata Amel pada ibunya

"kerja apa? kamu kan masih 18 tahun" tanya Darmi pada putrinya

"di cafe bu, tenang saya jagain Amel" tanpa ditanya, laki-laki berbau asap rokok itu menjawab.

Amel sejak itu pulang hanya seminggu sekali. Pulang membawa susu, popok, dan baju baru untuk Ucup. Sabtu datang, berangkat lagi minggu. Lama kelamaan Amel bahkan tak menginap. 

Datang bak tukang listrik yang mengecek meteran. Pada kali terakhir Amel pulang, Amel menyalimi tangan ibunya-sesuatu yang hanya ia lakukan bila sedang ada maunya- dan sejak itu Amel tak pernah pulang. Darmi tak punya telepon genggam, tak ditinggalkan pesan, tak juga ciuman perpisahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline