Lihat ke Halaman Asli

Manusia Berjati Diri Illahi

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada seluruh umat manusia di bumi ini, baik mereka yang sedang berperan sebagai tokoh agama, tokoh bangsa dan Negara, tokoh masyarakat, tokoh organisasi, tokoh tekhnokrat dan lain-lainnya, kami bermaksud untuk mengajak seluruh umat manusia yang hidup di Bumi yang tercinta ini untuk membuka cakra mata, cakra telinga, cakra pikiran, cakra perasaan dan mata hati anda semua untuk menerima Berita Kebenaran Sejati yang datangnya dari Pemilik dan Penguasa Alam dan Kehidupan ini. Berita Kebenaran tentang Keberadaan Wujud Dzat Tuhan Yang Maha Tunggal yang selama ini disembah, dipuji, diagungkan, dimulyakan, disucikan, dan lain-lain, namun juga dilecehkan, dihina, direndahkan, dan lain-lain bentuk pelecehan manusia baik disadari ataupun tidak disadari, dengan berbagai perdebatan, perselisihan dan permusuhan yang tidak pernah berujung dan berakhir.

Hal ini sangat bisa kami maklumi, karena pengetahuan dan pemahaman manusia terhadap existensi ketuhanan masih sangat jauh api dari panggang, sehingga tidak sampai pada tujuan yang sebenarnya.

Agama yang diturunkan oleh Tuhan agar menjadi pedoman bagi manusia untuk bisa mengenal, mengetahui, melihat dan menyaksikan Keagungan Tuhan dengan sempurna, juga agar manusia bisa kembali kepada DZAT Tuhan Yang Maha Tunggal, kini agama tinggal doktrin dan dogma yang membelenggu kebebasan manusia dalam berkarya dan berinovasi dalammembangun Bumi Pertiwi ini. Ajarandosa dan neraka telah mengkerdilkan jiwa, telah menjadi sesuatu yang membingungkan, meresahkan dan menyesatkan umat manusia sehingga jatuh dalam belenggu dosa yang menyengsarakan manusia.

Perbedaan Pemahaman terhadap ajaran agama telah menimbulkan berbagai perselisihan, permusuhan dan lain-lain yang berakibat pada kerusakan dan kehancuran dalam sisi Tatanan Bumi. Manusia telah melupakan Kodrat Jatidiri Kemanusiaannya sebagai Kholifah di muka Bumi, sebagai Mahluk Yang Termulya.

Jangankan menjadi kholifah bagi bumi sedangkan menjadi kholifah bagi dirinya saja manusia masih sangat jauh, manusia masih sangat mudah dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang menjadi permasalahan hidupnya. Jiwa manusia terasa sangat rapuh sehingga mudah sekali mengeluh, mudah resah, gelisah, sedih, gundah gulana, cemas, kuatir, sakit hati, tidak percaya diri, mudah marah, mudah tersinggung dan lain-lain yang pada dasarnya merupakan bencana dalam diri manusia (bencana bathin) akibat ketidak tahu dirian manusia terhadap Diri, terhadap Alam dan illahi Tuhan Yang Maha Tunggal.

Manusia yang seharusnya menjadi JIWA bagi Alam, tapi dalam kenyataannya manusia justru sangat bergantung dengan situasi dan kondisi alam, sehingga karena manusia telah kehilangan kodrat Jatidirinya maka alam pun melakukan gerak penyeimbangan dalam diri alam itu sendiri, dimana dalam gerak tersebut tentunya akan menjadi suatu bencana alam yang sangat luar biasa dan menjadi sesuatu yang menyengsarakan bagi manusia yang tidak tahu diri. Namun bagi manusia yang telah memiliki hati yaitu manusia yang telah tahu diri dan pandai mensyukuri maka gerakan alam yang sangat dahsyat tersebut merupakan pertanda bahwa alam sedang mempercantik dan memperindah wujud dan geraknya agar menjadi Taman Surga yang penuh dengan kenikmatan dan kejayaan. Karena manusia yang seperti ini telah menyatu dengan Alam sehingga Alam pun menjadi RAGA atas dirinya

Manusia yang telah kembali pada kodrat Jatidirinya sebagai seorang Kholifah atau Raja tentulah sudah menjadi kodrat Hukum Alam bahwa alam mengikuti bagaimana gerak dari manusia yang telah menjadi JIWA bagi Alam itu sendiri. Jadi yang menentukan bagaimana gerak alam itu adalah manusia, baik gerak cantik atau gerak ekstrim karena memang hanya manusia yang diberi kesempurnaan wujud dan gerak, dengan diberi kelebihan atas mahluk lainnya berupa akal pikiran dan hati nurani yang sempurna, tinggal bagaimana manusia mau mengkaji dengan mengenali diri sehingga menjadi tahu diri dan mensyukuri maka akan menjadi manusia sejati.

Untuk menjadi Kholifah bagi diri dan bumi pertiwi ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan tapi melalui proses perjalanan sepiritual yang sangat panjang dan melelahkan, dengan berbagai proses ujian dan cobaan dari alam lahir dan alam bathin, material dan sepiritual, ujian kesabaran, ketabahan, ketulusan dalam setiap gerak dan pengorbanan, kesungguhan dalam upaya meraih tujuan yang ditetapkan dan menjadi target utama visi misi hidup manusia. Dan yang lebih utama lagi adalah kepasrahan dan kerinduan untuk bertemu sampai dengan timbulnya rasacinta kepada Dzat Yang Maha Memiliki dan menumbuhkan setiap cinta yang ada pada setiap mahluk.

Ujian dan cobaan yang dilalui tentunya datang secara bertahap dan disesuaikan dengan kesungguhan seseorang dalam upayanya kearah kesejatian tersebut, sebagaimana layaknya seorang anak mengeyam pendidikan di sekolah, tentulah akan menghadapi ujian setiap ada kenaikan kelas, naik atau tidaknya tergantung dari prestasi yang ditentukan dalam suatu nilai raport. Begitu pun dalam kehidupan manusia, setiap akan dinaikkan derajat kemulyaannya maka pasti akan melalui proses ujian dan cobaan kelayakan mendapatkan derajat kemulyaan yang lebih tinggi sampai pada derajat kemulyaan yang tertinggi yaitu menyatu dengan Wujud dan Gerak Dzat Tuhan Yang Maha Tunggal ( Manunggaling Kawula Gusti atau Sinergi Alam ).

Parameter lulus atau tidaknya anak sekolah tersebut, tergantung bagaimana suasana jiwa manusia dalam menghadapi ujian dan cobaan tersebut, jika manusia tetap tenang, tidak tergoyahkan oleh situasi dan kondisi yang mungkin secara umum dianggapsebagai badai kehidupan, dengan tetap tahu diri dan mensyukuri maka manusia telah lulus dan layak mendapatkan derajat kemulyaan yang lebih tinggi. Jika manusia tergoyahkan oleh situasi dan kondisi, menjadi labil dan kehilangan rasa percaya diri maka dia telah gagal dalam ujian tersebut, sehingga dia pun harus mengulangi ujian dalam level yang sama dengan materi atau pola ujian yang berbeda tentunya.

Begitu seterusnya manusia selalu mendapat ujian dan cobaan selama hayat masih ada di badan. Derajat kemulyaan seorang manusia tidak bisa diukur dengan harta ataupun jabatan yang dimiliki tapi dengan bagaimana manusia tahu diri dan mensyukuri atas segala anugerah yang diterimanya, anugerah baik atau buruk tergantung dari sudut pandang manusia.

Tidak semua yang terlihat,terdengar atau terasa buruk itu adalah buruk, begitupun sebaliknya, karena hidup ini memang dua sisi : lahir bathin, jiwa raga, langit bumi, dunia akhirat, surga neraka, baik buruk, salah benar, kuasa duafa, laki-laki wanita, dan seterusnya yang cukup kita simbolkan dengan Sisi Kanan sebagai sesuatu yang positif dan Sisi Kiri kehidupan sebagai sesuatu yang negatif.

Sepandai-pandai mengambil hikmah dari sisi kiri kehidupan kita agar menjadi kekuatan untuk tidak mengulangi sisi kiri yang telah diri kita atau orang lain lakukan sehingga kitapun tidak akan jatuh dalam kebodohan yang berkepanjangan. Dan sepandai-pandai mengembalikan sisi kanan kehidupan kita kepada Dzat Yang Maha Memiliki atas segala yang ada di langit dan di bumi, agar kita tidak terjebak dalam tipu daya akal dan rasa kita sendiri sehinggamenjadi sombong dan tidak tahu diri.

Setelah kita mampu mengendalikan dua sisi kehidupan dengan rasa syukur yang tinggi maka layak menjadi kholifah atas dirinya sendiri.

Selanjutnyabagaimana menjadi kholifah bagi bumi pertiwi ini, tentunya harus tahu diri pada bumi yang telah banyak memberi kontribusi dalam kehidupan pada manusia, sejak masih dalam rahim ibu hingga saat ini. Sudahkah kita berterima kasih pada Bumi yang didalamnya terdiri dari berbagai unsurdan warna kehidupan dimana seluruh kebutuhan manusia telah tersedia di dalamnya. Dan bumi telah dengan setia melayani kehendak manusia walaupun manusia tidak pernah tahu diri bahkan lupa pada dirinya, bahwa yang telah menyusun dan membentuk raga manusia adalah unsur--unsur bumi, unsur air yang telah mendominasi 70% raga manusia, untuk minum, masak, mandi, dll. Unsur api yang menghangatkan raga, membakar semangat, dll. Unsurtanah yang telah menyusun menjadi raga dari rambut, kulit, darah, daging, otot, tulang dan sum-sum. Menjadi saripati makanan, menjadi material untuk manusia bersenang-senang sebagai perhiasan, kendaraan, alat hiburan, rumah dan sebagainya. Unsur angin yang telah menjadi hawa dan napas kehidupan bagi manusia. Dan lain-lain yang pada prinsipnya hidup dan mati manusia adalah dari bumi.

Setelah manusia tahu diri pada bumi maka dengan sendirinya bumi pun akan memberikan signalemen yang merupakan rahasia-rahasia alam lahir dan bathin, dimana signalemen tersebut merupakan ujian dan cobaan pada manusia dalam meraih Jatidiri sebagai Kholifah Bumi.

Setelah semua itu terlewati dengan sempurna maka terlihatlah bahwa hamparan bumi yang maha luas adalah sebuah Taman Surga yang Abadi yang tidak akan pernah punah dan musnah atau pun kiamat, sejak bermilyar tahun bahkan lebih usia bumi yang terus berputar dalam Dinamika Gerak yang senantiasa baru dan memperbaharui dirinya. Tinggal bagaimana manusia yang hidup di dalamnya, mau menjadi Pemain yang punya peranan memainkan atau menjadi bagian dari permainan alam dan kehidupan sehingga merasakan hidup di bumi yang indah dan penuh dengan kenikmatan ini sebagai neraka kehidupan yang tidak pernah berhenti, baik semasa hidup dengan raga atau hidup tanpa raga (setelah mati). Sehingga kematian dan kesakitan yang merupakan neraka kehidupan itu adalah akibat KETIDAK TAHU DIRIAN.

Maka tugas dan peran dari seorang Kholifah adalah mengendalikan gerak alam untuk menata peradaban yang ada di bumi menjadi TATANAN SURGA BUMI, yaitu Tatanan yang dipenuhi kenikmatan lahir dan bathin bagi seluruh umat manusia yang hidup di dalamnya, dimana dalam tatanan ini semua manusia akan tahu pada dirinya, pada alam dan pada TUHAN YANG SEBENARNYA, bukan tuhan yang tidak jelas existensinya. Inilah masa yang telah dinanti dan ditunggu-tunggu oleh manusia sejak ribuan bahkan mungkin jutaan tahun yang lalu, sejak adanya manusia pertama di bumi ini. Dimana signalemen-signalemennya telah ditangkap oleh jutaan manusia sebelumnya sehingga menjadi ajaran agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline