(Foto di ruangan Kabinet Inspirasi Berprestasi)
Bengkulu - Selasa, 16 September 2014 Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Bengkulu 2014 (BEM KBM Unib) yang diprakarsai oleh Kementerian Politik dan Kajian Strategis (Kmenpolkastrat) dengan Ferry Efriadi sebagai Menterinya mengadakan kajian untuk merespon adanya Rancangan Undang-Undang Pilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Sebagai salah satu organisasi besar kampus di Bengkulu, BEM KBM Unib yang dipimpin oleh Yusuf Kurniawan sebagai Presiden Mahasiswa (Presma) periode 2014-2015 mencoba mengkaji lebih jauh lagi terhadap berbagai kebijakan politik di Indonesia, yang memang saat ini sedang hangat-hangatnya berkembang di masyarakat. Ya, terutama terhadap RUU Pilkada yang cukup berpolemik di masyarakat.
Ada beberapa hal yang menjadi garis besar pembahasan dalam kajian tersebut yang dihadiri beberapa staf dalam Kabinet Inspirasi berprestasi. Diantaranya,Wakil Presiden Mahasiswa, Menteri Advokasi dan Pelayanan Mahasiswa, anggota dan sekretaris tiap kementerian, dan beberapa undangan lainnya. Agenda ini merupakan kajian awal sebelum kajian publik dalam kampus terkait RUU Pilkada.
Dalam pembahasan tersebut, ternyata cukup menyulitkan peserta dalam mengkaji topik yang dibahas. Setidaknya ada dua hal arahan Presma dan Menteri Polkastrat, yakni pilkada langsung atau pilkada tidak langsung menjadi fokus pembahasan.
Beberapa kaitannya terhadap pilkada langsung, terlahir indikasi yang dapat dipikirkan bersama yaitu rakyat dapat memilih sendiri calon pemimpin yang diinginkan, proses demokrasi berjalan sesuai UUD, pemborosan biaya, dapat melihat langsung bagaimana pemimpin yang baik, dan bertambah banyak koruptor (di pemerintahan maupun masyrakat yang sebenarnya sebagai korban politik uang).
Kemudian pilkada tidak langsung terlahir indikasi biaya dapat ditekan, politik uang dapat ditekan dan kecurangan-kecurangan lainnya dapat diminimalisasi, dan pilkada tidak langsung dikhawatirkan tidak melahirkan pemimpin yang baik.
Akan tetapi, Yusuf Kurniawan menjelaskan juga bahwa “dalam kajian ini tentu kita harus mengkaji lebih jauh lagi, bila dibuthkan kita juga dapat meghadirkan pakar untuk menjelaskan bagaimana semestinya dan kebijaksanaan yang seperti apa yang seharusnya dilakukan. Selanjutnya teruntuk RUU Pilkada, kita juga belum dapat meyimpulkan bahwa pilkada tidak langsung perlu dilakukan. Hal demikian dikarenakan kita tidak dapat menyatakan 100% orang yang sudah terpilih dalam pilkada langsung adalah koruptor, atau sebaliknya pilkada tidak langsung merupakan solusi terbaik”.
Kedua indikasi di atas akan menjadi topik pembahasan ke depan. Di akhir kajian, sejalan dengan penyampaian presma, Noto Sudarsono Menteri Advokasi dan Pelayanan Mahasiswa mengingikan diadakan kajian lanjutan dengan menghadirkan pakar atau kalangan akademisi untuk membahas lebih lanjut lagi.
Ferry juga menyampaikan bahwa agenda selanjutnya pada 23 September 2014 akan menghadirkan Adityo P Ramadhan pakar otonomi daerah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unib dan Pakar Hukum Pak Katemalem Fakultas hokum Unib. Diharapkan pula dengan adanya kajian seperti ini dapat memberikan pencerahan maupun pencerdasan kepada publik terkhusus kalangan akademis kampus.//SW
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H