Lihat ke Halaman Asli

Satria Naail Kayana Ritonga

Mahasiswa Universitas Airlangga

Surabaya, Metropolitan Kedua di Indonesia yang Minim Transportasi Umum

Diperbarui: 15 Desember 2024   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bus Stop di Jalan Dr. Ir. H. Soekarno, Semolowaru (Sumber : Tangkapan Layar Google Street View)

Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya meyandang gelar kota metropolitan. Surabaya menjadi pusat ekonomi, pendidikan, dan budaya di wilayah Indonesia bagian timur. Surabaya juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat pada tahun 2024 ini. Dilansir dari akun Instagram resmi BPS Kota Surabaya (@bpskotasurabaya), perekonomian Kota Surabaya pada Triwulan II 2024 secara year on year tumbuh sebesar 5,43%. Angka ini melebihi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur (4,98%) dan pertumbuhan ekonomi nasional (5,05%). Namun, di balik pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, Surabaya memiliki tantangan di sektor transportasi umum.

Transportasi umum di kota ini masih tergolong sangat minim untuk ukuran kota sebesar Surabaya. Jika boleh membandingkan, Jakarta sebagai kota metropolitan nomor satu di Indonesia memiliki berbagai moda transportasi umum mulai dari TransJakarta, JakLingko, Commuter Line, MRT, LRT, Kereta Bandara, hingga yang terbaru adalah Kereta Cepat yang menghubungkan Jakarta - Bandung, tentunya keadaan tersebut sangat berbanding tebalik dengan Surabaya. Sejauh ini, pilihan moda transportasi di Surabaya hanya sebatas Angkutan Kota (Angkot) konvensional, Surabaya Bus, Trans Semanggi, dan Feeder Wirawiri. Moda Transportasi tersebut juga belum sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah Kota Surabaya, masih banyak wilayah yang belum terjangkau transportasi umum. Selain itu, banyak tempat pemberhentian bus yang kurang layak, tidak jarang ditemukan hanya berupa plang bertuliskan "Bus Stop" yang pastinya tidak memberikan kenyamanan pada masyarakat yang mengandalkan transportasi umum sebagai mobilisasi utama.

Kurangnya dukungan pemerintah dalam pengadaan transportasi umum tidak hanya menyebabkan keterbatasan pilihan, tetapi juga membawa berbagai masalah lain yang tak kalah serius.

Kemacetan yang semakin Parah

Kurangnya transportasi umum tentunya membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilisasi utama. Ketergantungan pada kendaraan pribadi menyebabkan banyaknya volume kendaraan di jalan raya. Akibatnya, kemacetan di jalanan Kota Surabaya menjadi pemandangan sehari-hari. Contohnya saja seperti kemacetan yang selalu terjadi di Jalan Ahmad Yani pada saat jam pulang kerja. Bahkan, Suroboyo Bus yang notabene untuk mengurangi kemacetan malah ikut terjebak kemacetan.

Polusi Udara yang terus Meningkat

Emisi gas buang dari kendaraan pribadi menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara Kota Surabaya. Pantauan dari IQAir pada tanggal 12 Desember 2024, Indeks Kualitas Udara Kota Surabaya pukul 09.00 WIB mencapai angka 116. Angka tersebut termasuk ke dalam kategori tak sehat yang disebabkan oleh partikel halus (PM2.5). Konsentrasi PM2.5 Kota Surabaya saat ini 8.6 kali nilai panduan PM2.5 tahunan WHO.

Kesenjangan Akses

Warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi pastinya akan kesulitan menjangkau fasilitas penting seperti tempat kerja, sekolah, atau rumah sakit. Hal ini akan meningkatkan rasa ketimpangan sosial dan ekonomi di masyarakat.

Untuk meminimalkan dampak-dampak tersebut, tentunya diperlukan langkah-langkah yang konkret dan strategis :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline