Lihat ke Halaman Asli

Jakarta: Kritis tanpa Apatis

Diperbarui: 25 Oktober 2017   23:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini perjalanan dari Stasiun Grogol menuju Dharmais masih seperti biasa. Tetap harus berjuang menembus kemacetan tak terkecuali bagi para penikmat jalur pribadi. Dari jaman Foke, Jokowi, Ahok dan Anies pun seperti ini. Bahwa segala hal tak serta merta berubah menjadi baik ataupun buruk hanya karena pemimpin berganti. Yang berubah hanya pola pikir, dari optimis ke apatis, dari sinisme ke sarkasme.

Cara kerja pimpinan, tentu tak bisa dipersamakan. Apalagi soal cara berpakaian. Kalau Ahok sukanya berpakaian sesuai aturan, beda dengan Jokowi yang sukanya berbaju putih, begitu pula dengan Sandiaga yang suka memakai sepatu kets agar lebih luwes mobilitasnya. Ini soal imaging/citra masing-masing, bukan soal kinerja.

Jangan berharap Jakarta tidak macet, tapi berharaplah Jakarta memberikan solusi untuk menembus kemacetan, seperti halnya transportasi publik yang sudah ada seperti transjakarta dan KRL. Atau yang masih on progress seperti LRT Jakarta, LRT Jabodebek dan MRT. Apalagi? Iya, transportasi online memberikan solusi agar kita meninggalkan kendaraan kita di rumah.

Kota ini perlu harapan, bukan sikap apatis yang seakan-akan Jakarta akan terpuruk bila dipimpin oleh si A atau si B. Soal negoisasi lahan MRT antara Anies dan Mahesh jangan hanya melihat branding/imaging-nya saja. Setidaknya Anies juga memberikan perhatiannya atas kelanjutan MRT. Ya walau sebenarnya pak Mahesh kena jebakan betmen dengan hasil banding pemprov DKI.

Saya rasa saat ini baik Anies maupun Sandiaga masih mapping, runtang-runtung untuk menentukan siapa yang akan bertanggung jawab atas apa. Mengomentari sepatu dan gaya bangau terbangnya Sandiaga itu sama saja dengan menafikan iklan politik serba seratusribu-nya Jokowi.

Jadi, jangan dilihat apa yang menempel karena itu adalah branding, kita lihat saja apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan. Baru kita lakukan check and balance. Saya sih masih memberikan harapan agar Anies dan Sandiaga bisa menyelesaikan masalah di Jakarta.

Jakarta tak hanya lima tahun kedepan, atau lima tahun ke belakang. Sikap apatis yang muncul seakan-akan Jakarta akan hancur, atau proyek-proyek akan berhenti. Harapan pribadi saya saat ini, trase MRT dan LRT diperbanyak, jalur busway steril, angkot dan kopaja dimodernkan, perbaiki fasilitas pejalan kaki, berikan jalur untuk pesepeda. Perbaiki drainase, bisa juga belajar dari Surabaya untuk masalah drainase dan penanganan banjir.

Harapan saya, semua warga dengan keyakinan masing-masing dapat bebas menjalankan kewajiban dan ibadah tanpa dilarang-larang. Jangan ada lagi kebaktian di pinggir jalan karena tak punya gereja. Jangan ada lagi sholat di pinggir jalan karena sudah disediakan masjid.

Urusan Alexis, atau semacam-macam alexis, itu adalah bumbu-bumbu kota kecil maupun besar yang susah dihilangkan. Jangan asal bilang dunia mau kiamat, seakan-akan jaman dulu gak ada masalah kayak gini. Dari dulu orang juga sudah suka selingkuh dan beli jajanan batin.

Tapi soal istilah pribumi dan belanda yang konon kabarnya cuma ada di Jakarta ya, bolehlah dikritisi, karena itu menyangkut sejarah. Sekali lagi, selamat bekerja bapak Anies dan bapak Sandiaga. Semoga Tuhan memberikan anda berdua kesehatan dan kekuatan untuk membenahi Jakarta.

#pakesendal #bajudikeluarin #ketik10jari #tolakreklamasijakartabali #selfreminder

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline