Lihat ke Halaman Asli

Peraturan Presiden untuk Siapa?

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, 13 Juni 2014

PERATURAN PRESIDEN UNTUK SIAPA ???

4 JUNI 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014, perubahan aturan tentang penyediaan rumah bagi mantan presiden dan wakil presiden. Sekitar 6 tahun yang lalu, tepat nya tanggal 26 Februari 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menandatangani Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan Penetapan Status, Pengalihan Status Dan PENGALIHAN HAK ATA RUMAH NEGARA (Khususnya Rumah Negara Golongan 3). Selain itu Presiden SBY juga menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara, serta mengingat undang-undang Nomor 72 Tahun 1957 Tentang Penjualan Rumah-Rumah Negeri (Negara) Kepada Pegawai Negeri.

Dengan memperhatikan kedudukan Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, terkait Peraturan Presiden Dan Peraturan Pemerintah, saya jadi kurang paham maksud dan tujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara. Mengingat dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2005 menerangkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 dipandang belum sempurna, sehingga ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status Dan Pengalihan Hak Atas RUMAH NEGARA.

Sulit sekali memahami arah kebijakan Presiden SBY dalam “last minute” menjelang demisioner 4 Juni 2014 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014. 2 Peraturan yang diterbitkan yang terdahulu saja belum pernah dilaksanakan sebagaimana mestinya (PP NO 31 TAHUN 2005 DAN PERPRES NO 11 TAHUN 2008), bahkan akhir tahun 2010 dalam bentuk Rancangan Undang Undanh Perkim “terminology rumah Negara” akan diubah menjadi Rumah Dinas. Padahal dalam PP No 31 Tahun 2005 Pasal 26 Ayat 2 : Semua Peristilahan Rumah negeri Atau Rumah Dinas yang termuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya berlakunya peraturan pemerintah ini dibaca rumah Negara.

Artinya pernah ada upaya untuk menghapus dengan tidak langsung pasal 26 ayat 2 PP Nomor 31 Tahun 2005, tentunya dengan maksud-maksud tertentu. Meskipun akhirnya RUU Perkim telah menjadi UU NO 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan KAwasan Permukiman tetap ada istilah Rumah Negara. Disamping itu pada tahun 2012 tepatnya Mei 2012, beredar pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintag Tentang Rumah Negara, dalam pasal 42 akan mencabut PP NO 31 Tahun 2005 dan Peraturan Pelaksanaanya. Dalam draft RPP Tentang Rumah Negara (Mei 2012) menghilangkan pasal 13 ayat 1,2,3 dan pasal 26 ayat 2 serta merubah definisi rumah Negara golongan 3. Sehingga menimbulkan pertanyaan??? Ada kepentingan apa sebenarnya draft RPP Tentang Rumah Negara (Mei 2012) yang kalau disahkan menjadi Pearturan Pemerintah Tentang Rumah Negara yang baru ???

Presiden SBY lebih mementingkan dirinya sendiri disbanding Para Penghuni Rumah Negara Golongan 3 (DE Facto). Mengingat derita Penghuni Rumah Negara Golongan 3 sampai saat ini tidak diperhatikan oleh Presiden Republik Indonesia saat ini, yaitu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan para Penghuni Rumah Negara Golongan 3 harus berhadapan dengan aparat penegak hokum (KASUS DUA JANDA PAHLAWAN VS PEGADAIAN).

Tahun 2010, awal Maret hingga akhir Juli. 2 janda pahlawan (Soetarti dan Rusmini) harus menjalani Sidang Pidana Di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkait upayanya mengajukan permohonan pengalihan hak atas rumah Negara golongan 3 sebagaimana diatur dalam pasal 16 dan pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005, justru harus berhadapan dengan polisi, jaksa dan hakim, karena dianggap nyerobot rumah milik BUMN. Padahal almarhum suami Soetarti dan Rusmini adalah Pahlawan, karena dimakamkan di Taman Nasional Pahlawan Kalibata, pemegang tandan jasa dari Negara yaitu “Bintang Gerilya”. Padahal Soetarti dan Rusmini adalah janda pensiunan pegawai negeri sipil Departemen Keuangan disamping juga sebagai Janda Pahlawan. Semestinya Pemerintah memberi prioritas terhadap dua janda pahlawan Soetari dan Rusmini, mengingat pasal 17 PP No 31 Tahun 2005 2 Janda tersebut juga diatur dalam pasal 17 ayat 4. Sampai hari ini Rusmini dan Soetarti hanya didiamkan saja oleh PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, meskipun putusan pidannya dinyatakan lepas dari segala tuntutan jaksa penuntut umum. 27 Juli 2010. Padahal jelas rumah yang dihuni oleh Soetarti dan Rusmini adalah Rumah Negara Golongan 3, karena pengadaan tanah dan bangunan didanai dari dana APBN. Pada saat badan hukum milik Negara masih bernama Perusahaan Jawatan Pegadaian kurang lebih tahun 1970 an.

Menjadi miris sekali mendengar berita daru semarang pada tanggal 3 Juni 2010, Janda Pahlawan Ex TNI BRIGADE XVII Tentara Pelajar Almarhum Arie Soesanto Pensiunan Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai di EKSEKUSI PAKSA  keluar dari rumah Negara golongan 3 oleh Kanwil vi Nea dan Cukai Semarang. Dengan demikian menimbulkan pertanyaan, Peraturan Presiden yang diterbitkan untuk siapa???? Kebijakan Presiden SBY dalam menerbitkan Perpres Nomor 11 Tahun 2008 dan Perpres Nomor 52 Tahun 2014 lebih berpihak kemana ????

Tidak sedikit para penghuni rumah Negara yang juga Pemegang Tanda Jasa dari Negara berupa Bintang Gerilya dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Nasional Kalibata, yang juga diatur dalam Perpres No 11 Tahun 2008 meskipun harus dengan membeli dengan cara sewa beli sementara untuk Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden GRATIS alias Cuma Cuma dari Negara. Beginilah nasib para pahlawan dan keluarganya yang masih menjadi penghini rumah Negara golongan 3. Padahal mereka itu mau membeli rumah Negara golongan 3 sesuai mekanisme yang ada. Presiden SBY memberikan GRATIS kepada mantan presiden dan mantan wakil presiden.

BENAR BENAR IRONI PERPRES NOMOR 52 TAHUN 2014

Atas perhatiaanya saya mengucapkan terima kasih, semoga tulisan ini berguna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline