Kehidupan bangsa Indonesia dari tahun ke tahun selalu menghadirkan cerita tersendiri utamanya mengenai keberagaman hidup masyarakat di dalamnya sebagai konsekuensi yang muncul oleh karena bangsa ini dibangun dari kemajemukan disegala bidang melewati segala situasi dan melampaui berbagai masa pembangunan masyarakat sebagai suatu bangsa. Entitas bangsa Indonesia masing-masingnya memiliki kearifan lokal dan keluhuran yang memesona dari waktu ke waktu tidak hanya sekedar sebagai simbol tiap-tiap kesukuan maupun budaya lokal setempat maupun serumpun namun lebih kepada bahwa dari sekian banyaknya adat dan budaya terdapat suatu sari yang kental menjadi nilai luhur bangsa Indonesia yakni perdamaian. Apakah orang tersebut pernah mengenyam pendidikan yang tinggi ataukah yang kesehariannya hanya bertemankan dengan alam sekitar yang bahkan mengenal buku pun tidak, semuanya mengenal kata damai, namun soal mereka mengerti dan menghidupi kedamaian agaknya hal ini perlu diperhatikan dengan seksama, sebab manusia modern saat ini acap kali melanggar kedamaian sesamanya, dengan (mungkin) tanpa disadari dengan memberi kerisauan terhadap sesamanya mereka telah menggusarkan kedamaian di dalam diri mereka masing-masing.
Damai adalah suatu perasaan di dalam diri manusia yang sifatnya batiniah memunculkan ketenangan dan perasaan tidak ada memusuhi, tidak ada yang digusarkan, dan tidak ada yang ditakuti kecuali Tuhan Yang Maha Esa serta orangtua, namun dengan tetap hidup di dalam keselarasan dan keharmonisan dalam keseganan dan rasa hormat akan sesama. Kedamaian sendiri berarti suatu lingkungan atau tatanan sosial yang tenang dan saling mendukung sehingga tercipta daya dukung lingkungan yang baik bagi pertumbuhan keseluruhan aspek hidup manusia di dalam pengembangan kehidupannya. Telah diketahui dengan sungguh kini bahwa kehidupan yang damai seharusnya merupakan sesuatu yang telah ada, terus dibangun sambil tetap memelihara hingga akhirnya dapat diwariskan secara berkesinambungan, karena harta terbaik yang dapat diberikan oleh generasi selanjutnya oleh kita yang ada di masa saat ini adalah tatanan kehidupan dalam kedamaian, namun sungguh disayangkan tidak sedikit manusia yang menebar kebencian dan keresahan sehingga akhirnya kehidupan yang damai hanyalah sekedar cita-cita, yang dengan susah payah akan dibangun kemudian oleh generasi penerus kita yang pada saat ini lebih banyak --meski tidak semua- yang memilih sikap individualis dengan tidak mementingkan orang lain, hal ini tentu menjadi alarm keras bagi kita bahwa dari kenyataan yang sedang berjalan saja dapat kita pahami bahwa kedamaian itu diusahakan bersama-sama, maka jika konsep dan pemikiran individualisme terus terjadi tidak pernah ada kedamaian sebab kedamaian menjadi relatif dan memiliki standarnya masing-masing pada tiap-tiap diri individu manusia, dan inipun sebuah kegagalan dalam membangun kedamaian bahkan saat sebelum manusia memulai.
Kedamaian dan perasaan damai merupakan perjuangan, karena kedamaian tidak pernah dapat dimintakan kepada sesama kita kecuali mereka dengan sukarela memberinya. Lantas dengan dasar apa manusia dengan rela hati memberi sedangkan begitu banyak berjuta-juta kepentingan diri sendiri baik yang terselubung maupun yang terang-terangan dinyatakan, hal inilah yang menjadikan manusia pelit berdamai bahkan dengan dirinya sendiri lebih-lebih lagi bila kita mengingat segala perbedaan yang ada dan terjadi di dalam kehidupan manusia oleh karena asal-usul dan adat-istiadat yang berbeda. Bijaknya, daripada damai itu dimintakan dari orang lain, jauh lebih baik damai tersebut diusahakan tentu dengan cara melibatkan sang Khalik sebagai yang maha segalanya, niscaya kedamaian itu akan mendekat agar dapat dengan mudah diraih, bertekun dalam mengusahakan damai walau apapun yang terjadi merupakan prasyarat yang utama untuk menikmati hidup damai. Menjadi mandiri dalam berdamai jauh lebih penting daripada kita melulu mengharapkan orang lain mengerti kita, mengharapkan mereka tidak menyakiti hati kita, tidak jarang setiap waktu mencari permakluman kesana kemari hanya demi kita tak risau pada hal yang telah dilakukan, karena salah satu sifat buruknya sebagian manusia yang masih hidup di bumi adalah ingin merasa damai dengan melarang orang lain menyakiti dirinya, padahal kita tidak mungkin mengharapkan itu terjadi kecuali melalui doa-doa yang kita panjatkan, juga melalui perlakuan baik yang kita perbuat, sebab barangsiapa menabur ia pula yang juga akan memanen yang ditaburnya.
Kedamaian tidak memerlukan tempat-tempat maupun daerah aplikasi yang rumit, dengan syarat yang sedemikian rupa, harus seperti ini harus seperti itu dan berbagai kerumitan lainnya, kedamaian hanya memerlukan manusia yang mau peduli bahwa ia hidup di dunia tidak hanya untuk dirinya sendiri dan membutuhkan hidup dalam kedamian dengan perasaan kebersamaan, menanggung segalanya bersama. Kedamaian memerlukan hati yang tulus ikhlas, taat dan setia bahwa segala sesuatu di dalam kedamaian akan berlangsung baik dan tetap.
Selamat menikmati kedamaian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H