Public Private Patnership (PPP) adalah kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur. Infrastruktur di Indonesia masih sangat diperlukan karena pembangunan di Indonesia masih belum merata. Seperti yang kita ketahui, di daerah luar pulau jawa masih banyak daerah yang tertinggal dan perlu adanya pembangunan infrastruktur demi menunjang kehidupan masyarakat sekitar.
Di Indonesia Public Private Patnership lebih dikenal dengan KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha). Dengan kerjasama ini proyek yang akan dibangun oleh pemerintah akan mendapatkan suntukan dana dari pihak swasta. Dana dari pemerintah untuk membangun infrastruktur berasal dari APBN dan itu belum mencukupi untuk membangun semua proyek infrastruktur yang ada di Indonesia ini. Maka dari itu, pemerintah memerlukan adanya bantuan dari pihak luar untuk membangun proyek tersebut. Kerjasama antara Pemerintah dengan Badan Usaha ini memiliki dampak positif yaitu mengoptimalkan pembangunan proyek infrastruktur, inovasi dan kreasi dalam pengelolaan infrastruktur, dan penghematan biaya. Selain memiliki dampak positif, dalam penerapan KPBU ini juga banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintah yaitu :
Postur Kelembagaan yang Lemah: KPBU memerlukan kelembagaan yang memiliki legitimasi, kepercayaan, dan kapasitas untuk berfungsi efektif. Kelembagaan yang lemah dapat menjadi hambatan dalam implementasi KPBU.
Kerangka Politik dan Hukum yang Lemah: Kerangka politik dan hukum yang lemah dapat memperlambat implementasi KPBU. Oleh karena itu, perlu adanya rencana induk yang jelas sebagai pedoman bagi proyek KPBU.
Alokasi Risiko yang Tidak Proporsional: Alokasi risiko yang tidak proporsional antara pemerintah dan swasta dapat menjadi tantangan dalam implementasi KPBU. Risiko harus dialokasikan secara proporsional agar tidak menimbulkan masalah dalam pelaksanaan proyek.
Skema KPBU ini sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2005, saat itu bernama KPS(Kerjasama Pemerintah denngan Swasta). Namun, sejak diperkenalkan, skema KPBU telah mengalami perkembangan yang signifikan, baik dari segi jumlah proyek yang mengaplikasikannya, pihak yang terkait, maupun perbaikan terhadap proses pelaksanaannya. Lembaga yang berperan langsung dalam pelaksanaan KPBU antara lain Kementerian PPN/BAPPENAS sebagai koordinator KPBU, Kementerian Keuangan melalui DJPPR dalam memberikan Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah, dan Kementerian/Lembaga/Daerah/BUMN/BUMD sebagai PJPK. Seharusnya dalam pelaksanaan KPBU perlu adanya pengawasan dari suatu pihak untuk mencegah adanya tindakan korupsi. Karena proyek yang dikerjakan dalam KPBU ini harus sesuai spesifikasi dan tujuan awal dalam kesepakatan antara kedua pihak.
Di Indonesia sendiri sudah banyak proyek infrastruktur yang menggunakan skema KPBU. Yang terbaru adalah proyek Ibu Kota Negara, proyek ini adalah proyek yang besar dan membutuhkan dana yang tidak sedikit juga. Skema KPBU ini menjadi prioritas bagi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan IKN.
Kabupaten Banyuwangi yang memiliki sektor pariwisata sebagai tumpuan perekonomian juga tidak mau kalah dalam penggunaan skema KPBU dalam pembiayaan proyek infrastruktur. Proyek yang dibangun adalah Geopark Ijen. Proyek ini dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, dan Pemerintah Kabupaten Bondowoso berkolaborasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur - Kementerian Lingkungan. Proyek ini termasuk dalam 8 Kawasan Destinasi Pariwisata Prioritas Banyuwangi dan memiliki nilai investasi sebesar Rp348,00 miliar untuk membangun sarana dan prasarana keseluruhan di Kawasan Ijen Geopark. Program Pembangunan Pariwisata Geopark Ijen ini menggunakan skema DBFOMT (Design - Build - Finance - Operate - Maintain - Transfer) dan bertujuan untuk membangun infrastruktur pariwisata yang mencakup wisata alam, wisata edukasi, dan pelayanan. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan potensi pariwisata di wilayah tersebut dan memberikan manfaat ekonomi serta sosial bagi masyarakat setempat.
Dalam pelaksanaannya, KPBU di Pembangunan Geopark Ijen berfokus pada pengembangan infrastruktur yang memadai untuk mendukung kegiatan pariwisata, serta meningkatkan efisiensi operasional dan komersial dalam investasi dan pengembangan SDM-nya. Proyek ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi lingkungan dan pelestarian geopark.
Selain proyek diatas juga terdalat proyek Jalan Tol Probolinggo-Banyuwangi atau lebih dikenal dengan sebutan Tol Probowangi. Jalan Tol Probolinggo - Banyuwangi memiliki panjang total 175,4 km dan merupakan bagian terakhir dari Jalan Tol Trans Jawa, yang sebelumnya menghubungkan Banten, Provinsi Jawa Barat, ke Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Diharapkan bahwa proyek ini akan mempercepat distribusi barang dan jasa antara Banten dan Banyuwangi serta akan memajukan ekonomi masyarakat. Dengan adanya proyek ini kendaraan yang melewati jalur arteri dari Probolinggo - Banyuwangi akan berkurang dan mempercepat waktu tempuh.
Satu lagi proyek yang menggunakam skema Public Private Patnership di Kabupaten Banyuwangi yaitu Penanganan Sampah dan pembangunan tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle. Di Banyuwanagi masalah persampahan mendapat dukurang dari sektor privat dan masyarakatnya. Sekadar informasi, sejumlah program persampahan mulai dari pembangunan instalasi pengolahan sampah untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang (TPS3R) hingga berbagai inovasi pengelolaan sampah yang melibatkan pihak swasta dan masyarakat terus dilakukan.