Co-working space atau ruang kerja bersama adalah ruang kerja dengan konsep sharing atau berbagi baik antar individu maupun perusahaan, menghasilkan karya bahkan menjalin relasi. Pada era saat ini, banyak profesi yang melibatkan lingkungan kerja bersama, sehingga co-working space dipilih untuk mengakomodasi kebutuhan pekerja khususnya perusahaan rintisan (start-up). Namun, menjamurnya start-up jusrtu membuat konsep bekerja di ruang bersama kini telah menjadi hal yang wajar dilakukan oleh tenaga kerja.
Akhir-akhir ini co-working space disukai banyak kalangan. Banyak muda mudi yang datang untuk mengerjakan pekerjaan, belajar ataupun hanya brainstorming. Selain anak muda, start-up yang semakin banyak jumlahnya juga ikut menyemarakkan kehadiran ruang kerja bersama. Suasana tempat kerja ideal dapat diperoleh serta dukungan fasilitas yang disediakan membuat pengunjung betah berlama-lama.
Faktanya, fenomena co-working space belum lama diperkenalkan di Indonesia. Secara sah diterapkan oleh anak-anak muda di Bandung pada tahun 2010. Seiring berjalannya waktu, saat ini jumlahnya sudah mencapai sekitar 230 unit dan tersebar di 45 kota di Indonesia.
Di Jakarta sendiri kehadiran co-working space saat ini dikelola oleh 25 operator, di antaranya UnionSpace, Conclave, WeWork, Kolega, dan CoHive yang totalnya mencapai 120.000 meter persegi. Sikap agresif operator dalam menjalin kerja sama membuka ruang-ruang baru menjadi salah satu faktor pesatnya pertumbuhan ruang kerja bersama. (Kompas.com 1/7/19)
Keberadaan ruang kerja bersama merupakan akibat dari terjadinya pergeseran budaya kerja. Menurut Rogers (dalam Wahid & Iswari 2007), teori difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa dalam waktu dekat sebagian besar pekerjaan di seluruh dunia akan dikendalikan oleh generasi millennials.
Majalah Forbes sempat melansir bahwa generasi millennials tidak akan betah bekerja dengan model 9 to 5 seperti yang tengah kita nikmati saat ini. Di kalangan mereka remote working atau kerja jarak jauh tanpa perlu datang ke kantor tengah menjadi tren. Sehingga ruang kerja bersama dianggap sebagai jawaban karena dapat menyatukan komunitas, kreativitas, produktivitas dan fleksibilitas.
Bekerja di ruang bersama dapat membantu menghemat biaya operasional perusahaan, selain itu juga mampu meningkatkan interaksi yang lebih terbuka. Tetapi ternyata dalam penelitian terbaru co-working space sudah mulai tak efektif lagi di tahun 2019. Disebutkan bahwa harapan untuk menciptakan interaksi tatap muka yang lebih intens pada model kantor terbuka, nyatanya tak terwujud. (Entrepreneur.com 9/1/19)
Keberadaan co-working space yang umumnya memiliki pengguna dari karakteristik, kebiasaan, dan budaya yang beragam. Akibatnya, interaksi tatap muka yang lebih sedikit karena suasana kerja yang cenderung berisik dan menyebabkan banyak pengguna lebih memilih menggunakan headphone saat bekerja. Lantas, mereka juga terpaksa berinteraksi kepada kolega melalui email karena dianggap lebih efektif.
Co-working space merupakan budaya kantor yang terbuka dan tanpa penghalang. Pada umunya cocok untuk individu, perusahaan, professional, penggiat start-up, komunitas dan freelancer atau pekerja lepas. Melihat peluang ini para penyedia layanan ruang bersama pun berusaha untuk memfasilitasi kebutuhan pekerja.
Teknologi telah mengubah cara generasi millennials berpikir tentang seluruh industri, mulai dari tempat kerja, cara bekerja, hingga produktivitas. Ditambah, generasi ini bekerja mengandalkan teknologi untuk keperluan profesional. Hal ini merupakan sebuah revolusi yang akan menciptakan keunggulan kompetitif, memangkas biaya dan membantu menarik dan mempertahankan bakat.