Sebenarnya artikel ini tidak aktual, karena peristiwa dalam artikel ini terjadi pada pembelajaran tahun lalu. Tak sengaja mengulik draft-draft tulisan yang belum selesai, saya menemukan draft tulisan ini, dan akhirnya saya selesaikan sekarang.
Hari Jumat ceria, kami sekelas berencana hendak mengunjungi sentra pengrajin penghasil batu bata yang tak jauh dari sekolah kami, tidak menggunakan kendaraan, kami semua berjalan kaki menuju ke sana, karena lokasi yang dituju sekitar 1 km jauhnya, masih memungkinkan ditempuh dengan jalan santai.
Semua murid tampak ceria membawa perbekalan secukupnya dan alat tulis. Sesampainya disana, kami tidak langsung menuju ke lokasi, tetapi bermain bola sebentar di lapangan yang bersebelahan tempat sentra batu bata tersebut.
Pada artikel ini sebenarnya lebih menitikberatkan pada permasalahan-permasalahan yang dihadapi para pengrajin batu bata di daerah Menuran, Baki Sukoharjo. Daerah ini terkenal sebagai salah satu sentra batu bata di Kabupaten Sukoharjo.
Sekilas para pengrajin batu bata di daerah ini menjadikan pekerjaan tersebut sebagai sampingan, karena pekerjaan utamanya adalah buruh tani, utamanya apabila terjadi musim kemarau, dimana sambil menunggu masa panen yang agak lama, serta didukung panas matahari maksimal, maka biasanya memproduksi batu bata lebih intens pada musim kemarau.
Namun, industri rumahan tentunya tak lepas dari berbagai hambatan dalam menjalankannya, berikut penelusuran saya beserta para murid yang melakukan observasi di sentra kerajinan batu bata Menuran, Baki, Sukoharjo.
Sulit Dapatkan Bahan Baku
Adalah pak Nugroho, narasumber kami, salah satu pengrajin batu bata di daerah Menuran menuturkan kendala utama dalam pembuatan kerajinan batu bata merah adalah kesulitan mencari bahan baku tanah liat.
Jika waktu dulu masih banyak pengrajin bisa mendapatkan tanah liat di sekitar desa Menuran, namun saat ini, agak sulit mencari tanah yang boleh dieksploitasi diambil untuk digunakan sebagai bahan baku, dikarenakan sekarang tanah di Menuran telah banyak alih fungsi atau berganti kepemilikan, sedikit informasi daerah Menuran bisa dikatakan wilayah pinggiran kota Solo, jadi sebagian tanahnya sekarang menjadi naik harganya seiring pertumbuhan pembangunan.
Pak Nugroho melanjutkan, sekarang kebanyakan pengrajin harus membeli bahan baku tanah liat dari luar wilayah, dimana biasanya untuk dapatkan bahan baku tanah liat 1 colt pick up, dia harus membeli Rp 180.000 hingga Rp 200.000 tergantung kualitas tanah liatnya. Dari bahan baku tanah liat sebanyak 1 colt pick up tersebut bisa menghasilkan sekitar 1000 -- 1500 bata, dan harga jual 1 batu bata sekitar Rp. 500,-