Lihat ke Halaman Asli

Satria Widiatiaga

TERVERIFIKASI

Guru Sekolah Alam

Antara Amplop Serangan Fajar dan Promo Diskon Pemilu

Diperbarui: 15 Februari 2024   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Keramaian Tempat Makan Pasca Pemilu (sumber : Media Indonesia)

Saya dan Istri menunaikan hak suara memilih dalam pemilu kali ini di TPS di dekat rumah mertua indah, lokasinya lumayan agak jauh dari kediaman kami, dikarenakan saya sekeluarga untuk Kartu Keluarganya ikut dengan alamat mertua. 

Seusai menunaikan hak kami dan menyempatkan bercengkerama  bersama keluarga besar di rumah mertua, kami memutuskan segera kembali pulang ke rumah tercinta. Saat perjalanan pulang, anak kami berujar bahwa dia lapar, saya dan istri pun memutuskan untuk mencari makan di luar.

Entah bagaimana, di setiap tempat makan yang ingin kami sambangi, semuanya sangat ramai dan padat oleh pengunjung, begitu pula di pusat perbelanjaan seperti Mall dan supermarket, juga dipadati pengunjung. Hingga akhirnya, niat ingin makan di luar, kami urungkan.

Usut punya usut, saya sempat bertanya kepada beberapa pengunjung dan tukang parkir, kenapa kondisi tempat makan dan pusat perbelanjaan menjadi sangat ramai di atas rata-rata hari normal, hingga mencari tempat parkir saja sangat sulit, rata-rata menjawab, mereka baru saja mendapat 'rejeki' amplop serangan fajar, walau tidak semuanya dan mengejar paket promo diskon yang dipromosikan oleh tempat makan atau pusat perbelanjaan, jika mereka bisa menunjukkan postingan menunaikan hak pilihnya dalam pemilu. 

Jujurly, dari beberapa kali saya mengikuti pemilu, fenomena money politik itu pasti selalu terjadi, namun sekilas dari yang saya amati, pemilu kali ini boleh dibilang praktik amplop politik ini yang paling massif dan vulgar dari sepanjang sejarah pemilu yang pernah saya ikuti. Semuanya sama saja, baik paslon 01,02 dan 03, melakukan praktik dirty politik ini.

Saya sendiri pada pemilu kali ini, mendapat tawaran hingga lima amplop caleg dari kesemua paslon baik 01, 02 dan 03, tapi saya menolak dengan halus, saya harus menjaga prinsip. Pada pemilu sebelumnya tahun 2019, saya malah tidak mendapat kiriman amplop politik sama sekali, pemilu tahun 2014, saya mendapat 1 amplop politik, namun saya tolak juga, sementara pemilu di tahun 2004 dan 2009, saya pun tak mendapat amplop politik sama sekali.

Ada cerita dari teman guru di kampung, dimana selain mendapat amplop politik, dia juga mendapat bansos pada pemilu kali ini dan diarahkan untuk memihak kepada salah satu paslon, begitu pula sekeluarga sekampungnya, bukannya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, malah dijual kembali, katanya lebih mending diuangkan, karena bisa untuk kebutuhan lainnya.

Pemilu Terburuk

Intinya secara garis besar, mohon maaf, pemilu kali ini adalah pemilu terburuk etikanya pasca masa reformasi. Pihak yang berkompetisi benar-benar vulgar dan tak malu-malu menyebarkan virus money politik.

 Saya heran juga, ada salah satu paslon capres-cawapres  yang menganjurkan untuk menerima saja amplopnya, tapi memilihnya ikuti hati nurani. Sungguh ini adalah pembodohan massif dan kemunduran demokrasi kita. Harusnya dengan bersikap menolak menerima amplop politik, maka otomatis kita memutus mata rantai pergerakan politik kotor.

Saya yakin Bawaslu dan pihak terkait sudah mengendus praktik politik kotor ini, tapi entah apa dibiarkan atau bagaimana. Kalaupun ditemukan, apakah ada sanksi tegasnya, belajar dari yang sudah berlalu, tak ada sanksi tegas yang diberikan ke tim suksesnya, bahkan kemarin ada sudah jelas video dari salah satu ulama yang terang-terangan membagikan uang pada saat kampanye, tetapi hingga kini tidak ada kejelasan pelaporannya.

Salah Kaprah Istilah Pesta Demokrasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline