Pagi hari tadi, satu lagi teman seangkatan saya meraih gelar sarjananya. Sebenarnya, sudah ada beberapa orang teman seangkatan saya yang selesai ujian skripsi, sebelumnya.
Akan tetapi teman saya yang satu ini tergolong teman intim. Eitss, maksud saya beliau sudah seperti saudara sendiri di kampus. Saya dan beliau memang tidak dilahirkan dari rahim yang sama, melainkan dilahirkan dari perjuangan demi perjuangan di semester-semester awal.
Kawan saya ini memang cerdas. Namanya I Komang Sandika, SM. (Sarjana Manajemen) Sangat humble dan suka menolong. Tidak suka panjat pohon, apalagi makan pisang. Tetapi beliau sukanya ditraktir makan, begitu katanya, pernah.
Di hari yang berbahagianya, saya memiliki beban moral yang besar untuk turut hadir membersamainya. Pasalnya beliau sangat sering membantu saya selama di kampus, baik dalam hal akademik, maupun dalam hal material.
Beliau adalah satu-satunya tempat ngutang terbaik selama di kampus. Tidak perlu banyak alasan-alasan untuk apa. Beliau juga tidak pernah menanyai saya dengan jurus 5W+ 1H kalau sedang pinjam duit. Beliau memang dermawan.
Setelah beliau dinyatakan sarjana, saya merasa sedikit kehilangan. Lah! besok-besok kalau mau ngutang? Aga sedikit bingung juga. Belum lagi kalau memasuki musim urus KRS (Kartu rencana studi), sudah tidak bisa diajak lagi. Kami telah berjarak. Sudah beda kasta dan urusan.
Walaupun begitu, saya harus berusaha tetap tenang. Seperti pesannya Bung Fiersa Besari, "Tenang. Jarak ada agar kita belajar untuk setia, untuk merindu,untuk menghargai setiap perjumpaan. Jangan takut. Kita pasti bisa." (Tsahh!)
Beliau mungkin akan sibuk dengan lowongan-lowongan pekerjaan yang siap menerima 'fresh graduate', atau mengincar 'Es duanya', atau pun segera menjadi ayah yang baik untuk anak dan istrinya. Lah! Sedangkan saya? Masih kejar-kejaran dengan dosen di prodi S1.
Selama semester-semester berjalan, di awal pertemuan pasti akan ada agenda pemilihan ketua kelas. Bersama dengan kawan-kawan sekelas, biasanya melalui konsolidasi kecil-kecilan, sebelum dosen pengampu mata kuliahnya masuk, kami pasti telah mencapai mufakat untuk menjadikan I Koman Sandika sebagai ketua kelas.
Karena kecepatannya menyelesaikan studi, saya dan sisa-sisa kawan seangkatan yang masih 'fokus kuliah' tidak punya ketua kelas favorit lagi. Saya ingat betul bagaimana baiknya beliau selama menjadi ketua kelas, karena beliau, saya tidak khawatir masalah persentase jumlah kehadiran di kartu ujian.
Kalau saya berhalangan masuk mata kuliah karena sibuk tidur, pasti absen sudah ditanda tangankan. Kecuali kalau dosen yang bersangkutan mengantisipasinya. Demi keamanan dan kebaikan bersama sudah pasti saya dialpakan. Yasudah... beserah diri saja kalau sudah begitu.