Kegagalan menuju kursi RI.1 membuat Prabowo Subianto sontak tidak percaya terhadap keputusan rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), tudingan kecurangan dilemparkan kepada KPU yang menjadi penyelenggara Pemilihan Umum, menurutnya KPU penuh dengan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur,sistematis dan masif (TSM).
Gugatan pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap etika penyelenggara pemilu dan pada Mahkamah Konstitusi (MK) tentang hasil pemilihan umum menurut Prabowo adalah jalan mencari keadilan, entah siapa yang menzolimi Prabowo, namun sangat disayangkan DKPP memutuskan sesuatu yang mengecewakan bagi kubu Prabowo, ditambah lagi dengan penolakan seluruh gugatan Prabowo oleh MK membuat jarak menuju kursi kekuasaan kian menjauh.
Namun bukan Prabowo namanya jika iklas menerima kekalahan, gugatanpun diajukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun sayang Majelis hakim menilai perkara yang diajukan Prabowo-Hatta tidak masuk dalam kewenangan PTUN.
Dikutip dari Metronews.com, "Menetapkan dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima. PTUN Jakarta tidak berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara Nomor 164/G/2014/PTUN. Gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan absolut Pengadilan TUN," kata Ketua Majelis Hakim Hendro Puspito di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Jalan Sentra Timur, Jakarta Timur, Kamis (28/8/2014).
Hendro mempersilakan pihak penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara apabila tidak puas dengan putusan hakim. "Bila ada yang tidak sependapat, silakan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Dangan ini sidang selesai dan ditutup," kata Hendro.
Kubu Prabowo menggugat Surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Nomor 959/UND/8/2014 tertanggal 21 Juli 2014. Surat itu merupakan undangan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu Presiden 9 Juli 2014.
PRABOWO DITIPU?
Sangat memalukan sekali PTUN menolak gugatan Prabowo dengan alasan tidak termasuk dalam kewenangan PTUN, hal tersebut membuktikan Penasehat Hukum Prabowo kurang memahami mekanisme beracara dalam persidangan, namun sangat aneh dan naïf jika berasumsi bahwa penasehat hukum Prabowo tidak paham hukum, yang menjadi keraguan apakah ambisi mengejar kukuasaan oleh Prabowo dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya? Jika tidak, mengapa tidak dapat memahami kewenangan PTUN dalam memutuskan perkara, padahal jika dilihat penasehat hukum Prabowo adalah orang-orang berlatarbelakang ahli hukum tatanegara, ini membuktikan ambisi Prabowo untuk menjadi Presiden dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya, logikanya semakin Prabowo tidak legowo tentunya semakin banyak jalan tempat ia memperjuangakan keinginannya, hal tersebut tentunya membutuhkan konsultasi pada ahli hukum yang menyangkut ranah tersebut, dan hal itu tentunnya tidak gratis, jika Prabowo memang betul-betul dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya tentu seorang yang mengakui dirinya macan asia ternyata intelektualnya masih diragukan, jika Prabowo dengan kapasitas pengetahuan seperti itu memimpin Indonesia, apakah dapat membuat Indonesia maju? Dan apakah akan lolos dari tipuan Negara Asing ? tentunya seorang yang digandrungkan sebagai sosok tegas sangat tidak cukup jika tidak memiliki intelektual tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H