Lihat ke Halaman Asli

Jamu Berbahan Malam Jahanam

Diperbarui: 21 Mei 2016   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lukisan Awins (Seorang Seniman) kreasisenifoto.blogspot.sg

Malam jahanam itu selalu bergentayangan di telinga Sundari. Terngiang betul suara keributan orang sekampung yang melempar rumahnya dan mencaci maki seisi rumah. Sundari yang baru berusia 7 tahun tidak paham apa sebenarnya yang terjadi.

“Keluar kau monyet!! Dasar PKI laknat!!”

Suara warga entah dari kampung mana datang menyerbu rumahnya, puluhan nyala obor dari luar rumah dengan jelas dapat terlihat dari rumah bambu itu. Raut wajah ibu dan ayahnya memberikan suatu kontak batin pada dirinya. Walau sebenarnya Sundari sangat bahagia melihat nyala obor dalam malam takbir. Namun hatinya mengatakan, ini bukan malam kebahagian, melainkan malam laknat yang akan membunuh seisi rumah. Ketakutan hatinya diekspresikan dengan tangis yang tertelan suara teriakan dari luar rumah.

Dalam kedipan mata mungilnya, pintu rumah berhasil didobrak warga. Ia semakin meremas kuat kain gendongan ibunya. Tepat di sampingnya, dua orang kakak laki-lakinya juga berpelukan ketakutan. Sementara Sang Ayah di ruang tamu berjarak 5 meter dari persembunyian mereka, bersiap mempertahankan hidup keluarga.

“Ini dia PKI laknat!! Bunuh dia!!”

“Allahuakbar!! Allahuakbar!!”

Suara warga menghabisi ayahnya. Ia tidak dapat melihat napas terakhir ayahnya, karena menangis ketakutan dalam gendongan ibu. Sementara ibunya meringis antara sedih dan takut melihat suami tercinta di bantai di depan matanya.

Sehabis menyelupkan pedang dalam tubuh pria yang dituduh PKI, mata warga kemudian melihat ke arah persembunyian keempat isi rumah lainnya.

“Itu dia setan Gerwani!! Bunuh!! Bunuh!!” Teriak warga dengan emosi.

Itu adalah ingatan terakhir Sundari, selebihnya telah lupa apa yang terjadi. Ia hanya mengingat seorang wanita berusia 60an tahun berlari memasuki rumah mengangkat dan menggendongnya dari tumpukan mayat ibu dan kakak-kakaknya.

Sundari dibesarkan oleh wanita tua yang menolongnya, belakangan dikenal dengan nama Rukyati. Rukyati begitu sangat menyayangnya layaknya anak kandung. Sundari baru mengerti peristiwa itu ketika umurnya beranjak 16 tahun, itupun dari mulut ke mulut tetangga. Peristiwa itu tidak ingin diceritakan Rukyati agar luka lama gadis manis ini tidak terbuka kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline