Lihat ke Halaman Asli

Ungkit Jasa, Fahri Potensi Pos Power Syndrome

Diperbarui: 10 April 2016   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="foto: kompas.com/Abba Gabrilin"][/caption]

Setelah pemecatan Fahri Hamzah dalam seluruh struktur jabatan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan DPR, kini Fahri mulai beraksi melawan. Setelah melakukan gugatan atas pemecatan dirinya, Fahri juga mulai menyebutkan jasa-jasanya pada PKS.

Fahri mengklaim dirinya telah berjasa dalam menyelamatkan elektabilitas PKS di mata publik pasca tertangkapnya Lutfi Hasan Ishaaq dalam kasus korupsi sapi. Sebagaimana dikutip dalam laman Kompas.com, Fahri yang ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menyebutkan:

“Saya menjadi jubir partai harus melawan logika publik dan logika masyarakat yang ingin mengkriminalisasi partai kami,” kata Fahri (4/4/16).

Dari pernyatan Fahri di atas, menganggap bahwa masyarakat atau publik akan melakukan kriminalisasi terhadap PKS atas kasus korupsi sapi yang dilakukan kadernya. Hal ini yang sangat disayangkan, karena justru kasus korupsi yang dilakukan kader PKS tersebut sangat menciderai perasaan masyarakat yang ingin Indonesia lepas dari jeratan korupsi, termasuk korupsi sapi, hingga apa yang diutarakan Fahri di atas juga salah besar jika menganggap PKS dikriminalisasi publik atau masyarakat. Justru Lutfi dan Fahri (pembela Lutfi) yang melakukan kriminalisasi terhadap partainya hingga elektabilitas PKS memburuk di mata masyarakat.

Kemudian pernyataan Fahri yang mengungkit jasa-jasanya pada PKS, mencerminkan ada indikasi Pos Power Syndrome pada dirinya. Pos Power Syndrome adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun atau juga dipecat. Selalu ingin mengungkapkan betapa bangga akan masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa.

Turner & Helms (Supardi, 2002) menggambarkan penyebab terjadinya post-power syndrome dalam kasus kehilangan pekerjaan, yaitu:

  • Kehilangan harga diri; hilangnya jabatan menyebabkan hilangnya perasaan atas pengakuan diri.
    Kehilangan fungsi eksekutif; fungsi yang memberikan kebanggaan diri.
    Kehilangan perasaan sebagai orang yang memiliki arti dalam kelompok tertentu.
    Kehilangan orientasi kerja.
    Kehilangan sumber penghasilan terkait dengan jabatan terdahulu.

Biasanya Post-power syndrome banyak menyerang seseorang yang baru pensiun, terkena PHK, seseorang yang pernah mengalami kecacatan karena kecelakaan, menjelang tua atau orang yang turun jabatan, dsb. Hal ini semakin diperparah dengan kondisi mindset individu yang mengatasnamakan jabatan sebagai sesuatu yang sangat membanggakan pada dirinya. Semua ini bisa membuat individu pada frustasi dan menggiring pada gangguan psikologis, fisik serta sosial.

Gejala yang menimpa Fahri tersebut semoga tidak lain atau bukan dari gejala yang dijelaskan di atas, karena rasanya sangat kurang baik jika orang sekaliber Fahri yang ingin bubarkan KPK harus dirawat karena ganggunan kejiwaan atau psikologis.

 

Catatan: Artikel ini beberapa menit yang lalu telah diterbitkan pada website pribadi penulis di sini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline