Lihat ke Halaman Asli

Ganjar Diserang Isu SARA

Diperbarui: 13 Juni 2023   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya ingat betul saat Adian Napitupulu menyampaikan konsep gerakan politik identitas Agnes Heller. Menurutnya politik identitas fokus perhatiannya pada perbedaan. Saat sebuah identitas digunakan untuk mempertajam perbedaan, serta memicu adanya gesekan, disitulah politik identitas dimainkan.

Seperti belum cukup dengan pengalaman buruk pada Pilkada DKI 2017, kali ini pertunjukkan politik identitas itu kembali dipertontonkan. Saya tidak menuding kalau pelakunya sama seperti saat Pilkada DKI silam. Saya hanya menyoroti perilakunya yang ternyata masih ada di Indonesia.

Kali ini, Ganjar Pranowo menjadi sasarannya. Video Ganjar sedang makan bersama orang-orang keturunan Tionghoa mendadak viral di media sosial. Tudingan Ganjar antek asing santer digaungkan dalam narasi video ini. Seolah-olah kedekatan Ganjar dengan etnis Tionghoa adalah kesalahan.

Padahal Ganjar adalah pemimpin yang dalam sepak terjangnya menjunjung tinggi persatuan. Ganjar tak pernah mempermasalahkan apa agama, suku, ras seseorang karena semua sama sebagai manusia. Ganjar selalu tegas mengatakan jika perpecahan bukan disebabkan perbedaan tersebut melainkan karena perbuatan yang dilakukan seseorang.

Saya tidak tahu mengapa tuduhan murahan macam ini masih ada. Tensi politik memang sedang memanas, apalagi Ganjar yang kian hari kian melejit namanya pasti membuat lawan politik ketar ketir. Tapi persaingan dengan memainkan politik identitas adalah perbuatan yang melebihi batas, karena aura ini kental dengan perpecahan bangsa.

Namun untungnya masyarakat kita sudah cerdas. Mereka sudah paham jika politik SARA bukanlah politik bermartabat. Politik SARA itu hanya sebuah cara murahan yang dengan gampangnya menjual kebencian di dalam pikiran masyarakat. Apabila ada seorang politikus menggunakan SARA dalam politik, maka bisa dipastikan dia memiliki mental antikemanusiaan.

Sebagai rakyat tentu saya tidak menginginkan politik SARA ini berlanjut. Karena peristiwa sejarah harusnya cukup menjadi pembelajaran bagi kita untuk tidak mempermainkan sentimen ini. Karena akibat sentimen SARA ini memicu konflik hingga bisa menyebabkan nyawa manusia seperti tak ada harganya.

Sebut saja tragedi konflik antargama di Ambon, lalu pembantaian umat muslim di Poso Sulawesi Tengah, kerusuhan antarsuku di Sampit, pembongkaran gereja di Aceh Singkil, ada juga insiden berdarah akibat perusakan musala di Tolihara Papua. Semua tragedi itu, jangan sampai terulang pada kontestasi politik yang seharusnya digelar damai dengan iklim berkemajuan.

Saya yakin seyakin-yakinnya, mutiara tetaplah mutiara dimanapun berada. Meskipun Ganjar dituding dengan rentetan isu yang berupaya men-down grade dirinya, tapi Ganjar selalu akan menjadi Ganjar. Dia akan selalu menjadi pemimpin yang merangkul semua kalangan dari anak-anak, pemuda, hingga orang tua tanpa memandang status mereka.

Dia akan tetap berpihak pada rakyat melalui program-programnya yang selalu berfokus pada rakyat kecil. Jadi, mengenai serangan sentimen SARA ini cukup kita berikan senyuman saja. Tetaplah fokus membangun bangsa dengan cara-cara baik dan santun. Karena sekali lagi, Ganjar bukanlah milik kaum tertentu saja, melainkan milik semua rakyat Indonesia. Ganjar ada untuk kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline