Profesor riset astronomi-astrofisika LAPAN Thomas Djamaluddin menegaskan cara menentukan awal bulan Komariyah dengan purnama, tidak benar.
Ada dua alasan. "Pertama, tidak ada hukum agama yang mendukung itu. Penentuan awal bulan dikaitkan dengan ibadah, mengawali dan mengakhiri, semestinya didasarkan hukum agama (Syari), dan hanya menyebut hilal. Tidak ada yang mengaitkan dengan purnama," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Selasa 13 September 2011.
Selain itu, dari segi ilmu astronomi, metode perhitungan mundur dari purnama juga tak berdasar. "Awal bulan ditentukan dengan batas. Secara observasional maupun teoretik ada batas awal. Hilal itu batas awal, dari semula tak terlihat menjadi terlihat," tambah dia.
Thomas menambahkan jika patokannya adalah purnama, "Tak bisa membedakan (puncak) purnama tanggal 13, 14, 15. Bagi orang awam bulatnya hampir sama."
Bagaimana jika ada yang menyebut tanggal 12 adalah purnama puncak?
"Dari dulu purnama bisa tanggal 12 sore, tapi orang awam tidak bisa menentukan bulatnya tanpa data terjadinya purnama," kata dia. Orang awam juga tak bisa menentukan awal purnama.
Hal lain, Thomas menambahkan, purnama terjadi pada pertengahan bulan. "Satu bulan rata-rata 29,5 hari. Jadi, pertengahan bulan rata-rata 14,76 hari sejak bulan baru. Artinya puncak purnama bisa malam tanggal 14, bisa malam 15. Tidak bisa dipastikan."
Thomas menegaskan kemunculan bulan purnama tak bisa memastikan tanggal 1 Syawal. "Perdebatan soal 1 Syawal tak bisa diselesaikan dengan purnama."
@VIVAnews: LAPAN: Purnama Tak Bisa Menentukan 1 Syawal http://bit.ly/q92gS3
REFERENCE :
Moon Light World Map : http://www.timeanddate.com/astronomy/moon/light.html
INDONESIA FULL MOON CALENDAR: http://www.kwathabeng.co.za/travel/moon/full-moon-calendar.html?country=Indonesia
http://www.moonphases.info/
http://www.moonconnection.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H