Lihat ke Halaman Asli

Senja Mengubur Impian Masa Silam

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di iring gerimis Senja melangkah terbungkuk-bungkuk masuk bilik kardus menempel samping dinding ruko, berdaun pintu plastik rombeng. Saat masuk, menginjak tikar kusam tergelar, di sudut bilik Senja menaruh gembolan. Lantas duduk menyender dinding samping ruko, kaki tak beralas, selonjor. Pekat malam menjerat wajahnya, celoteh pembawa berita diseling Iklan-iklan, di jalan raung raja jalanan berseliweran, Ia hiraukan.

Dalam bilik kardus jemari senjanya mengorek nasi bungkus. Segelas plastik kusam menadah tetes air hujan lantas diminum, di temani gemricik air di selokan bak Cello yang mengalun, pun demikian tetes-tetes menimpa kaleng rombeng bak suara percusi, dan kilasan pedar lampu kendaraan setia menemani kesendirian malamnya. Jemari senjanya menjempit seputung rokok tak berasap, Ia hisap. Mata menatap menatap plastik penutup pintu, melihat bayang-bayang tetes air meliuk-liuk saling bekejaran terpantul pedar lampu-lampu jalan dan sorot lalu lalang kendaraan, terus dan terus. Setelah bosan, Senja menarik gembolanya lalu dilepas tali pengikatnya, tangan senjannya meraba-raba isinya. Merasa ada sesuatu ke anehan di dalamnya, lantas di buka lebar dan wajah senjanya menengok ke dalam seketika tersentak kaget melihat pusaran lubang hitam lantas menghisapnya kuat masuk dalam gembolan, lalu  hilang.

................

"Senja bangun!" Senja menggeliat ketika kakinya digoyang-goyang Fajar.

"Sialan! Kau Fajar," Senja bangun sambil menggerutu.

Melihat Senja sudah bangun, Fajar lantas melangkah membuka jendela.

"Senja, kau tidak bisa bunuh fajarmu dengan melelapkan diri, lihat sesaat lagi matahari akan merekah" Fajar menjawab, matanya menerawang jauh ke ufuk timur kabut mulai tersingkap, sang fajar siap merekah di iringi kokok ayam saling bersahutan, di jalan satu-dua deru knalpot hilir mudik.

"Ah...itu rutinitas, sudah hukum alam," Senja menjawab pendek sambil menatap tajam Fajar.

Senja lantas berdiri, kakinya mencari sandal, melangkah mendekati meja meraih gelas berisi setengah cangkir kopi sisa senjanya, duduk terpekur.

"Senja, lihat kabut selimut fajar mulai tersingkap. Matahari sesaat akan merekah dan siangmu pasti akan tiba. Sosonglah siangmu dengan doa difajarmu!" Kata Fajar sambil menatap keluar. Sesaat kemudian tangannya mengambil rokok di atas meja, samping bawah jendela.

"Aku tahu, setiap fajar kau selalu menyeru namaNya, dan aku selalu memasukkan dalam gembolan" Jawab Senja sambil mengambil gembolan dipunggungnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline