Lihat ke Halaman Asli

Mari Kita Gerakan Tingkatkan Konsumsi Tempe dan Tahu (GKTT) di Bulan Ramadhan

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pak, perajin tempe dan tahu sudah jatuh tertimpa tangga?" Jelas mereka berdua perajin dan penjual Tempe dan Tahu. Ketika tadi pagi Pukul 08.00 WIB di Pasar Wage, saya iseng-iseng ajak ngobrol-ngobrol salah satu perajin dan penjual tempe dan tahu, namaya Pak Diro perajin dan penjual Tempe dari Karanglewas, dan Pak Wanto, perajin dan penjual Tahu asal Desa Karangsari, Cilongok. Mereka sudah tujuh tahun mangkal di pintu masuk sebelah Timur Pasar Wage. Purwokerto, 29 Juli 2012.
Menurut penjelasannya dari tahun ke tahun bila memasuki bulan Ramadhan omset mereka merosot dratis dan tahun ini paling berat sebab di ikuti kenaikkan harga kedelai istilahnya 'sudah jatuh tertimpa tangga'. Untuk menyiasatinya mereka mengecilkan produk dengan harga tetap. Perhitungan mereka membuat Tempe, sederhana untuk 1 kg Kedelai harga Rp 8.000/kg + biaya produksi Rp 3.000,- (biaya daun Pisang dan Plastik + ragi, dll) : total Rp. 10.000,- bila di jadikan tempe dengan ukuran yang di kecilkan akan jadi 50 bungkus @ Rp 300,- : Rp 15.000 - Rp.11.000,- : Rp. 4.000/kg keuntungan kotor/kg. mereka perajin dan jual sendiri jadi tidak menghitung biaya tenaga kerjanya.
Untuk produksinya menjelang dan selama bulan Ramadhan hanya 10 sampai dengan 15 kg Kedelai turun dratis bila dibandingkan hari-hari biasa 40 sampai dengan 50 kg. namun mereka mengharap omzet akan naik kembali satu minggu jelang lebaran dan lepas lebaran. Bagaimana pun mereka tetap menuntut adanya penurun harga kedelai dan mereka janji bila nanti harga kedelai turun di bawah Rp. 5.000,- ukuran Tempe dan Tahu akan kembali normal. Sebab mereka lebih suka membuat dan menjual Tempe dan Tahu yang 'munthuk' alias tebal dan besar.
Ketika saya singgung tentang berita-berita yang merebak selama ini, seperti pelarangan membuat dan menjual tempe tahu, tindakan penyitaan, pemusnahan tempe di Jakarta dan terakhir akan banyak perajin tempe yang gulung tikar/tutup? Menurut penjelasan mereka berdua sangat menyayangkan tindakan tersebut. Mereka berpendapat akan lebih bermanfaat bila diberikan gratis ke Panti Asuhan, pondok-pondok pesantren dan orang-orang miskin? Dan tentang usahanya apakah akan tutup, mereka menjawab "Yang penting Kedelai masih ada di pasaran dan masyarakat masih suka makan tempe!" mereka akan tetap bertahan jadi perajin dan penjual Tempe dan Tahu. Ketika ada pelarangan produksi dan menjual, mereka tidak ikut "Siapa nanti yang memberikan makan anak Istriku?" Jawabnya singkat.
Dan mereka berharap kesadaran masyarakat yang sedang menjalankan ibadah puasa, supaya meningkatkan dan jangan melupan menu / sajian Tahu dan Tempe di saat Buka dan Sahur selama bulan Ramadhan. Mari kita penuhi harapan mereka dengan meningkatkan konsumsi Tempe dan Tahu saat buka dan sahur, tentunya dengan meningkatnya konsumsi kita akan membantu menaikkan omset perajin maka naik pula rizki mereka. Insya Allah mereka akan tetap bertahan dan bangkit kembali. Dan tanpa kita sadari dalam bulan Ramadhan ini kita berbagi rizky pada perajin dan penjual Tahu Tempe, yang sedang jatuh tertimpa tangga dengan:
Gerakan Tingkatan Konsumsi Tempe dan Tahu (GTK2T) Bulan Ramadhan
Salam
.
Catatan:
Tulisan ini memakai Hp jadul, jadi tidak bisa upload Foto-foto mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline