Lihat ke Halaman Asli

Apa Salah, Aku Preman ?

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalkan aku preman, menjalankan pekerjaan ‘pesanan’ menyelesaikan konflik ‘kepentingan’ mereka, secara praktis dan tidak bertele-tele. Pesanan ‘kepentingan’ para pejabat, aparat, wakil rakyat dan pengusaha, terkait usaha diluar pekerjaanya yang legal maupun ilegal, baik berurusan dengan pihak pengusaha, warga, sesama pejabat dan pengusaha.

Awal mulanya aku seorang Debt Collector resmi. Dalam menjalankan pekerjaan aku berinteraksi berbagai 'preman' berseragam dan berdasi. Dari interaksi itu aku akan perbagi cerita kepremanan disini. Salah satunya, ketika aku pernah dapat order dari oknum perwira menengah penegak hukum yang memberi order menagih hutang dan yang ditagih oknum pejabat teras master sarjana hukum, jabatan Sekwilda.

Si oknum pejabat teras ini, mangkir tiga kali tidak mengembalikan modal dan bagian keuntungan. Akupun membaca dokumen perjanjiannya, setelah itu aku sambangi si oknum pejabat teras terkait dengan investasi tambang batubara di luar jawa. Dari oknum pejabat teraspun aku disodori dokumen perjanjianya. Tapi aku tidak peduli, dengan sedikit debat ngalor-ngidul dibumbui ancaman. Akhirnya sebulan kemudian si oknum pejabat teras ini, mengirim bagian investasi ke oknum perwira. Jangan tanya aku? kenapa mereka tidak melaporkan ke pihak yang berwajib? Aku tidak bisa jawab, karena aku tidak tanya pada mereka.

Dua bulan kemudian, aku dapat telpon dari temanku mengajak aku bertemu dengan seseorang yang membutuhkan massa. Tanpa diduga aku bertemu dengan oknum pejabat teras tersebut disalah satu kamar Hotel berbintang. Tentu, Beliau kaget, disitu aku di traktir makan. Setelah pertemuan bubar, aku dapat order dan amplop via  tangan temanku.

Dari cerita temanku yang dekat dengan si oknum pejabat teras ini. Beliau  memerlukan 'tenaga' di balik layar ‘perlindungan dan bantuan’ pelaksanaan Perda ketertiban Pasar. Tugasku bersama teman-teman untuk mengkondisikan preman yang ‘memegang’ pasar. Dan penyelesaian akhir tetap pada Satpol PP dan aparat bertindak menertibkan para pedagang kaki lima di sekitar Pasar. Walau sempat terjadi keributan, dan perlawanan akhirnya penertiban pasar berjalan lancar.

Jadi apa salahku jadi preman? Aku hanya mengisi lebaynya oknum-oknum aparat penegak hukum, pejabat. wakil rakyat dan para pengusaha. Bagaimana dengan oknum-oknum yang ‘berjamaah’ berlindung di balik penegakan hukum, wakil rakyat, pejabat, yang melakukan kesewenangan dan tidak menjalankan tugas yang diembanya dengan baik dan benar. Kenapa mereka tidak di cap sebagai Preman?. Padahal tingkah laku tidak terpuji tersebut tindakan sama dengan preman.

Tapi kenapa di mata masyarakat, preman jadi orang hina dan menakutkan yang harus di basmi. Bukanya masyarakat seharunya menuntut pada aparat penegak hukum supaya bekerja dengan baik dan benar. Bila alasannya kekurangan petugas, itu alasan klasik.

Bila para birokrat, aparat, wakil rakyat sudah menjalankan benar-benar tugas mereka masing-masing, aku yakin preman akan menyingkir. Sudahkah mereka bekerja melayani, mengayomi, melindungi dan menjalankan amanat, amanah dari rakyat dengan baik dan benar ? bila belum dan tidak dibenahi dan ditindak dengan tegas terlebih dahulu. Maka, pemberantasan preman hanya hangat-hangat tahi ayam.

.

.

Catatan: di tulis berdasarkan pengakuan, pengalaman dan pendapat dari obrolan dengan seseorang teman yang ‘bangga’ jadi Preman di kota Kabupaten.

Sumber gambar disini

Purwokerto, 28 February 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline