[caption id="attachment_173410" align="aligncenter" width="300" caption="Gunungan Wayang Buatan Tahun 1556"][/caption]
Pukul 09.00 WIB, Panas terik, lembab menerpa perjalanan saat kami berboncengan berkendaraan motor dari Purwokerto menuju kota lama Banyumas, ditempuh dalam duapuluh menit. Dalam rangka napak tilas kenangan bersama teman yang datang dari Samarinda Kalimantan Timur sedang cuti. Kala waktu tinggal di Purwokerto 38 tahun yang lalu suka bareng nonton pagelaran wayang kulit.
Tepat, Pukul 09.20 WIB kami tiba di Museum Wayang Sendang Mas Banyumas. Sesampainya di dalam kami ditemani penjaga Museum Pak Indra. Dari penjelasanya, kami baru tahu nama Museum ada dua versi nama Sendang Mas. Versi pertama merupakan kependekan dari Seni Pedalangan Banyumas untuk memberi nama gagrag Banyumasan yang berbeda dengan gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta. Versi kedua menyebutkan nama Museum Sendang Mas berasal dari nama sumur kecil di belakang pendopo Si Panji yang sampai sekarang masih mengeluarkan air. Diameter sumur 0,5 meter dengan kedalaman kurang lebih 2 meter.
[caption id="attachment_173409" align="aligncenter" width="300" caption="Pendopo Kabupaten Si Panji di Kota Lama Banyumas"]
[/caption]
[caption id="attachment_173411" align="aligncenter" width="300" caption="Museum Wayang Sendang Mas"]
[/caption]
Museum ini berdiri 31 Desember 1983 atas prakarsa bapak Soepardjo Rustam, bersama Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) dan tokoh-tokoh Banyumas lainnya. Museum ini, berada di kompleks Pendopo Duplikat Si Panji, Banyumas, di jalan Kawedanan no. 1 atau Jl. Gatot Soebroto No. 1. Dulu merupakan bekas pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas sebelum dipindah ke Purwokerto. pada masa pemerintahan bupati ke-14 RT Martadireja II (1832 - 1882), yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Purwokerto. Museum wayang Sendang Mas menempati bangunan yang bercirikan limasan berada diatas tanah seluas 0,20 Ha dengan luas bangunan seluas 252 m2.
Koleksi Museum Sendang Mas, antaralain Wayang Gagrag Banyumasan tempo dulu dan sekarang, Gagrag Yogyakarta, Wrayang Krucil, Wayang Prajuritan, Wayang Kidang Kencana, Wayang Golek Purwa, Wayang Golek Menak, Wayang Suluh, Wayang Beber, Wayang Kulit Purwa, Wayang Suluh, Wayang Golek Purwo, Wayang Golek Menak, Wayang Krucil, Wayang Beber, Gamelan Slendro, Calung/Angklung, Kaligrafi Huruf Jawa, Wayang Suket/Adam Marifat, Banyumas Tempo dulu, dan masih banyak lagi. Selain itu terdapat benda Tosan Aji, Buku perpustakaan dan arkeologi yang memamerkan sejumlah peninggalan peralatan dari bahan baku batu dan kayu.
[caption id="attachment_173414" align="aligncenter" width="300" caption="Calung"]
[/caption] [caption id="attachment_173415" align="aligncenter" width="300" caption="Keris"]
[/caption]
Di museum, kami juga melihat dan mengetahui secara persis kekhasan gagrag Banyumasan, terletak pada salah satunya adanya tokoh Bawor yang pada gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta disebut sebagai Bagong. Gending yang ditampilkan pada gagrag Banyumasan adalah gending kembangglepang dan gending-gending Banyumasan lainnnya, sedangkan pada gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta dipakai gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta gending Sulukan, pangkur, dan sebagainya.
[caption id="attachment_173413" align="aligncenter" width="300" caption="Bawor"]
[/caption]
Lepas dari itu, kami melihat lintasan sejarah, dimana Kesenian wayang telah melampaui masa ribuan tahun dan terus bertahan dengan menyesuaikan kemajuan jaman. Sejumlah ilustrasi dari berbagai bahan yang telah digunakan dalam pewayangan digambarkan di dalam museum, penggabungan seni dan budaya yang tak lekang dimakan jaman. Dan itu sesuai dengan pendapat Soediro Satoto (2003) seni merupakan lembaga sosial, dokumentasi sosial, cermin sosial, moral sosial, eksperimen sosial, sistem sosial, sistem semiotik, baik semiotik sosial maupun budaya yang amat kaya nuansa makna yang terkandung dalam tanda-tanda yang terbangun oleh seni pertunjukan. Artinya, dalam mempelajari seni, maka juga harus memahami wawasan kebudayaan. Keduanya saling terkait dan menyusun satu sama lain
Jam kunjung, Senin – Kamis 07.15 – 14.15, Jumat : 07.15 – 11.15, Sabtu: 07.15 – 12.45. hari Minggu tetap dilayani, temui penjaga Museumnya dengan senang hati pengunjung akan dilayani. Harga tiket Rp. 500,- Anda bisa narsis jadi Penayagan dan dalang.
[caption id="attachment_173416" align="aligncenter" width="300" caption="Ndalang, Kresna Bertemu Bawor."]
[/caption]
Namun sayang, pihak pengelola Museum tidak menyediakan baju dalang/beskap jawa. Kiranya menyediakan, bisa menambah daya tarik dan pengunjung kiranya tidak keberatan menyewa buat narsis jadi dalang. Hal ini sudah kami sampaikan ke pengurus Museum, mudah-mudahan bisa diapresiasi.
Silahkan kompasianer bila berkunjung atau lewat kota lama Banyumas mampir di Museum Wayang pada saat jam kerja, menikmati lintasan sejarah dan mencoba narsis jadi Penayagan dan Dalang. Alamat dan denah lengkapnya bisa search di Google Map.
.
Purwokerto, 25 February 2012
.
Keterangan:
Penayagan : pengiring/penabuh gamelan.
Sumber Foto dokumen pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H