[caption id="attachment_129568" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." (Bung Karno)
Tahun 1923 'Indonesia' masih dalam cengkeraman penjajah Belanda, termasuk Purwokerto disebelah utara timur laut ada Padukuhan/Gerumbul Kejawar yang sekarang menjadi Desa Kejawar. Saat itu (1923) alam Padukuhan rimbun banyak sekali pohon bambu dan kelapa, dibelah oleh sungai Kalibakal, sarana jalan belum ada. Hanya jalan setapak ke arah makam Kejawar, jumlah warga belum begitu banyak dan mayoritas bertani dan berdagang.
Dengan masih sedikitnya jumlah penduduk, sarana dan prasarana maka dinamai Padukuhan/Gerumbul Kejawar. Disinilah tempat kelahiran Bapak Martoyo tepatnya pada tanggal 7 Maret 1923 lahir, delapanpuluh delapan tahun (2011), telah berlalu. beliau cukup sehat daya ingat yang cukup baik dalam menceritakan riwayat hidupnya dan lika-liku beliau dalam ikut terlibat langsung memanggul bedil memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Negara RI, Punya prinsip mengabdi mendarmabaktikan hidupnya pada Republik, tidak tertarik dengan kekuasaan, pangkat, dan terlibat politik, sampai pensiun dan rekan-rekan beliau seangkatan sudah Almarhum semua.
Saya menyadari telah banyak cerita/tulisan bahkan mungkin ribuan buku umumnya tentang tokoh-tokoh besar pejuang Republik Indonesia, yang dibukukan. Tapi disini yang saya tulis adalah perjalanan anak Desa / dukuh yang menjadi pelaku dan saksi di medan perang yang hanya seorang prajurit kecil. tapi bagi saya beliau tetap Pahlawan sekecil apapun jasanya, karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya (Bung Karno).
Awalnya Bapak Martoyo, kurang berkenan menceritakan jejak langkahnya, karena merasa apa yang dia abdikan untuk negara tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka-mereka bisa menjadi hebat, beliau merasa hanya seorang prajurit. tapi dengan sedikit rayuan bahwa ini akan menjadi cerita untuk anak cucu nantinya beliau dengan keterbatasannya berkenan. (foto beliau tidak diijinkan di upload).
Motivasi beliau untuk mendarmabaktikan jiwanya pada Republik dan Kemerdekaan ini, dimulai saat pendidikan sekolah Belanda Pertanian dan Perkebunan (LST) tahun 1937-1939. Sering diajak ngobrol oleh Meneer Soegeng (salah satu guru di LST) tentang wawasan nasionalis. Diakhir pendidikan ini beliau diberitahu akan kedatangan bangsa Nipon yang akan membebaskan dari penjajah Belanda dan akan merdeka, mempunyai pemimpin orang sendiri. beliau tidak mendesak lebih jauh tentang siapa pemimpin orang sendiri dan kapan merdeka? Tapi dari sinilah timbul rasa nasionalis beliau bangkit dan rasa bangga sebagai bangsa untuk bisa merdeka.
Setelah selesai pendidikan di LST, pulang ke dukuh Kejawar tapi tidak lama antara tahun 1940-1941 Nippon masuk kota Purwokerto beliau dapat tugas dari Kepala Dukuh untuk menghimpun pemuda-pemuda membentuk Barisan Pemuda (Seinen Dojo) di Dukuh Kejawar untuk dilatih baris-berbaris, dan didapuk sebagai ketua pemudanya dengan anggota 20 orang.
Kegiatan pemuda pada saat itu dilakukan dengan penuh kesadaraan dan semangat. karena dia mendapat informasi dari perangkat Dukuh dan katanya harus 'dirahasiakan' untuk persiapan merdeka dan nantinya perlu tentara/polisi. ini yang membuat beliau penuh semangat mengajak pemuda-pemuda untuk giat berlatih.
Dari sinilah beliau bertemu dengan Nippon pertama kalinya. saat itu Barisan Pemuda dari setiap desa/dukuh diwilayah Purwokerto, dikumpulkan di Kawedan yang terletak di Kebumen (Baturaden) untuk mengikuti lomba baris-berbaris, yang diadakan dan dinilai oleh Nippon. Selesai mengikuti lomba, pulang dan mendapat pemberitahuan regunya kalah dalam lomba. Tapi hal tersebut tidak menyurutkan beliau untuk terus berlatih baris-berbaris setiap sore, berhenti kalau hujan.
Sampai akhirnya tahun 1943 beliau bersama 5 temannya dari Barisan Pemuda ditunjuk oleh Kepala Dukuh untuk ikut mendaftar Tentara Sukarela Pembela Tanah Air disingkat PETA (郷土防衛義勇軍 kyōdo bōei giyûgun), dan diterima. Saat itu yang ikut mendaftar sangat banyak sampai ratusan pemuda dari segala wilayah Banyumas, kumpul di Alun-alun Purwokerto. Dan motivasi beliau ikut gabung karena ada kata-kata Pembela Tanah Air, hal inilah yang membuat juang beliau penuh semangat. Dan ditempatkan di Tangsi Peta Cilacap.