Lihat ke Halaman Asli

Meruwat Jiwa

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hening siang, hening malam dalam hidup tenang... jiwa ingin meruwat, tiada angin, tiada mendung, tiada hujan nada menghujam raga rasa paling dalam,  raga meradang dalam sekam api neraka.

“Raga-raga kau penuh nafsu hina bejat, kau penuh iri dengki, kau penuh dendam, kau penuh nafsu duniawi, raga-raga itulah sesembahanmu, itulah pedoman hidupmu, itulah keinginanmu selagi kau hidup, kau selalu menuntut itu semua harus dipenuhi, kau rusak tatanan duniawi dengan nafsu bejatmu, kau hancurkan tatanan alam semesta, kau rusak tatanan negeri dengan korupsi…. raga-raga kau hanya ingin nikmat, yaa…nikmat, oh…. kau menuntut, beraninya kau menuntut…..kau akan kuinjak-injak”.

“menginjak? ayo…. injak-injak raga ini hahahaaa !!”,

“yah…tertawalah raga, tertawah sepuasmu, cepat atau lambat kau kan kuinjak-injak-injak”.

“Berpuluh-puluh tahun kau akan injak-injak raga ini mana hasilnya?. oh…kaukan ikut menikmati nikmatnya raga, kau menikmati saat raga-raga mencapai klimaks kau merintih saat ragaku meregang orgasmes… Kau  menikmati raga disanjung…, kau menikmati raga pakai baju kebesaran, rumah mewah, mobil berkelas, kau menikmati saat raga membunuh, kau menikmati saat raga mendapatkan kuasa, kau menikmati saat raga dihormati disanjung, kau selalu menikmati saat raga menghamburkan nikmat. Saat raga dapat semuanya, apa yang kau lakukan jiwa? kau terbang ke awang-awang meninggalkan raga bak masuk sorga. Raga hanya bisa melihat, merasakan nikmat itu semua sesaat, kenapa sekarang kau ingin injak-injak raga. hahaaa… akuilah dengan jujur kau nikmati hasil jerih payah raga, kau nikmati dalam jiwa kemenangan yang menipu, menjilat, memfitnah, mengkorupsi, menghina, menista, menjual keyakinanmu…akui lah jangan kau tutupi dengan keyakinanmu, jangan berlindung dibalik kebesarNya!”

“cukup !!!…kau yang terkutuk… Diam …!! jangan kau memperolok, dengar! aku hanya ingin menginyak kamu untuk membungkam raga, aku tiada niat membunuhmu… cukup sudah kau merusak tatanan keseimbangan alam semesta…. Kau membuka rahasia alam, kau bongkar nistaku dihadapan alam semesta, kau….. cukup !!!”

“kenapa kau umbar nafsu amarah, kenapa kau takut?. kau pengecut…kau bungkus raga dengan baju kebesaranNya, kau bungkus raga dengan celotehan bak…isi orang suci, kau paksa raga menyembah maumu, kau paksa raga menutupi dosa salahmu, munafikmu, fitnahmu bejubah kebesaranNya… ayo injak-injak raga”

Bumi gonjang-ganjing, di langit si angkara murka menggantang awan hitam kelam beriring kilat petir guntur menggelegar, kawah gunung menggelegak, ombak laut menerjang menggelegar, angin puting beliung melabrak alam semesta…..sang angkara menagih janji……”jiwa diruwat”. Bersambung kala ingin nyambung.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline