Lihat ke Halaman Asli

Sasty Jemali

Berselubung Doa Sang Bunda

Mata Hati Memandang Cinta (Part 1)

Diperbarui: 24 Juni 2020   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sasty Jemali

Dia lelaki parlente yang selalu berganti pacar. Aku memandang relasi awal kami sebagai rekan kerja biasa di salah satu perusahaan obat ternama. Benih-benih cinta kami berkuncup. Kini aku tak lagi memandangnya hanya sebatas rekan kerja. Aku membawanya masuk ke ruang diam hatiku. Pernah dia mengatakan bahwa aku berbeda dari semua perempuan yang pernah dipacarinya. Aku pun demikian.

Dia datang membawa aku ke masa depan yang berbeda dari yang pernah kulalui. Aku melihat dia sebagai seorang yang selama ini kuidam-idamkan. Karena itu, tidak ada alasan bagiku untuk tidak membuka hatiku seutuhnya.Aku tahu cinta ini abadi untuknya. Rasa bahagia ketika berada di dekatnya sungguh berbeda. Kehadirannya menutup semua beban hidup ini.

Menjadi miliknya adalah doa yang tak berujung. Ada pinta untuk Yang Kuasa agar dia menjadi yang terakhir bagiku. Betapa kerinduan ini akan dirinya menyingkirkan semua ego pribadi. Aku bahagia saat semua waktu dan cinta kuberikan kepadanya.

Senin 09 Maret hari spesialnya. Tuhan berjalan bersamanya menuju ke tahun hidup yang baru. Aku ingin memberikan kado khusus baginya. Berbagai usaha kulakukan demi melihat secuil senyum di wajahnya. Sebuah kotak berwarna emas tiba dalam bentuk paket. Kenangan indah bersamanya terbungkus indah. Pakaian motif Manggarai berwarna hitam menyatukan rasa yang abadi untuknya.

Dia menyatu bersamaku dalam pelukan. Hingga kini aku masih merasakan kehangatan itu. Kehangatansaat menjadi satu dalam dekapannya. Aku ingin pelukan itu abadi untukku selamanya. Sebuah musik kesayanganku terdengar indah saat kado itu dibuka. Aku berharap dia akan bahagia dengan kado yang kuberikan.

"Selamat ya, Kanaya. Bagaimana acaranya? Ramai bukan? Semoga langgeng selamanya. Kami mendukung penuh hubungan kalian. Semoga cinta kalian abadi dalam kebahagiaan yang utuh. Kalian berdua bak pengantian surgawi," ungkap teman kerja saat aku masuk kantor.

Aku diam dan tidak mengerti apa yang dikatakannya. Aku baru tiba di Kupang. Kedatanganku hanya untuk urusan pekerjaan bukan untuk urusan yang lain. Aku penasaran dengan apa yang disampaikan rekan kerjaku. Sesungguhnya kebahagiaan yang dikatakannya itu milik siapa? Aku tak tahu.

"Acara apa? Aku selama ini tidak pernah mengadakan satu acara pun. Lagi pula, aku baru saja kehilangan Opa kesayangan. Aku tidak pernah merayakan acara syukuran selepas kepergian Opa. Mengapa rekan kerjaku mengucapkan selamat kepadaku? Apa yang telah terjadi?" tanyaku dalam hati sembari berjalan menuju ruang pertemuan.

Aku sibuk mempersiapkan pertemuan untuk menyambut member baru yang akan bergabung. Aku dipilih sebagai ketua panitia untuk pertemuan kali ini. Inilah kesempatan untuk menjaga kepercayaan. Hal ini bukan untuk mengambil hati pemimpin tapi untuk membuktikan kualitas diriku sendiri. Pemimpin melihat bahwa aku bisa menghandle pertemuan sebesar ini.

Aku mengontrol segala persiapan mulai dari konsumsi, perlengkapan, sound system serta daftar peserta pertemuan. Dalam kesibukaan itu aku terus memikirkan apa yang disampaikan rekan kerjaku. Namun, tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadaku sedikit menghilangkan rasa penasaran atas ucapan selamat itu.

"Pagi Kanaya," sapa Aldhy setelah menepuk bahuku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline