Lihat ke Halaman Asli

Sastro Admodjo

babaasad.com

Studi Fikih Perbandingan Mazhab; Suguhan Kurikulum Inklusif-Progresif di Al-Azhar

Diperbarui: 2 Januari 2018   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seringkali kita jumpai perseteruan antar suku, etnik, ras, dan agama yang berupa kecaman, fitnah-fitnah, dan bahkan meletus menjadi aksi-aksi anarkis di antara mereka. 

Dalam kondisi konflik semisal ini solusi terbaik yang dapat ditawarkan tiada lain kecuali mempertemukan kedua belah pihak yang saling berseteru untuk berdialog, mencari duduk permasalahan yang menjadi isu sengketa, hingga akhirnya satu sama lain saling memahami dan memecahkan solusi bersama. 

Namun dalam realitanya, mengadakan event dialog semisal ini sangatlah sulit. Kedua belah pihak saling mempertahankan egonya, berpegang pada sebuah ideologi yang sudah berakar tunggang dalam kehidupannya, sehingga menganggap kelompoknya paling benar dan apatis terhadap ideologi kelompok lain.

Termasuk dalam terminologi ini adalah apabila fatwa-fatwa yang disuguhkan oleh seorang imam mujtahid telah mendarah-daging di suatu komunitas tertentu. Karismatik seorang imam berada di atas segalanya yang dikultuskan dan diberlakukan sebagai satu rangkaian "norma" yang mutlak dan berlaku secara turun-temurun. 

Jika demikian, maka kitab-kitab fikih karya ulama madzhab tertentu akan dijadikan "pusaka" yang didewakan dan menjadi rujukan final dalam menjawab segala problematika kehidupan. Akibatnya, pengikut madzhab akan sulit menerima dan menolak setiap gagasan fikih  dari luar madzhabnya.  

Dari sinilah persaudaraan di kalangan umat Islam semakin renggang dan umat Islam terpetak-petakkan ke dalam bingkai-bingkai madzhab yang saling menyalahkan dan memfitnah dengan tuduhan-tuduhan  salah, sampai-sampai terjadi permusuhan di kalangan umat Islam sendiri.

Berbagai macam upaya telah dilakukan untuk merekatkan kembali Ukhuwah Islamiyyah, diantaranya dengan mengadakan dialog antar pengikut madzhab, melakukan Ijtihad Jama'iy, menggalakkan kajian seputar masalah kemadzhaban yang lebih terbuka, dan  memberlakukan kurikulum pendidikan fikih dengan komparasi antar madzhab, serta yang lainnya. 

Dalam pemberlakuan kurikulum fikih, perbandingan madzhab atau yang disebut Fiqh Muqaraninilah institusi pendidikan al-Azhar tampil dengan metode yang apik

Dan, yang menjadi obyek kajian bukan hanya seputar empat madzhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hambaliyah), tetapi lebih meluas terhadap madzhab-madzhab lain di luar sekte Sunni (seperti: Dhahiriyah, Zaidiyah, Ja'fariyah/Syi'ah 12, dan Ibadliyah). 

Pada artikel singkat ini kita akan mengikuti sejarah perjalanan sebuah lembaga pendidikan yang semula didirikan sebagai pusat penyebaran madzhab Syi'ah dan pada akhirnya berubah menjadi institusi pendidikan Islam yang moderat dan progresif. 

Disamping itu, penulis akan mengulas model kurikulum Fiqh Muqaran baik yang diterapkan di lingkup universitas maupun yang diterapkan para tokoh yang menyandang gelar al-Imam al-Akbar Syeikhul Azhar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline