Judul Buku : Min Yahudiyah al-Daulah Hatta Sharon
Penulis : Dr. 'Azmiy Basyarah
Penerbit : al-Syuruq, Cet. I, 2005, Kairo
Tebal Buku : 390 + vi Halaman
Seperti negara-negara lainnya, suku bangsa Hebrew yang dinyatakan secara resmi memiliki kedaulatan wilayah pasca PD II ini juga memiliki system pemerintahan dan tatanan birokrasi yang mapan. Adalah Israel Raya yang mendapat perhatian DK PBB sebagai negara yang memperjuangkan harkat dan martabat manusia dengan azas demokrasi yang berlaku. Dengan sistem parlementer yang berlaku mengakibatkan negara ini mengalami uji-coba politik, bahkan lebih pelik daripada yang dialami negara kita.
Banyak kalangan mengamati bahwa Isreal berjalan mundur dari proses demokratisasi yang berkembang, sebab konflik-konflik internal yang terjadi mengharuskan negara ini kembali menerapkan sistem proposional, yaitu PEMILU tahun 2003, dari sistem distrik yang sebelumnya berlangsung dua kali periode lamanya, tahun 1996 dan tahun 1999. Jika secara praktis azas demokrasi yang menjadi identitas negara ini semakin terkikis, akankah bangsa ini menjadi bangsa etnis yang sektarian dengan misi-misi ideologis dan kolonialis? Sangatlah konyol jika menuduh tanpa bukti, atau hanya flashback pada sejarah etnis Yahudi saja.
Buku yang ditulis oleh akademisi Mesir ini mencoba menguak riak-riak konflik yang terjadi di Israel, khususnya meanterm demokratisasi yang semakin terpuruk bahkan berganti warna menjadi misi sectarian bangsa. Banyak kajian tentang Israel dan Yahudi-Zionis yang dilakukan oleh para sejarawan, sosiolog, atau pengamat-pengamat politik dunia. Khususnya dari akademisi Mesir, negara yang memiliki pengalaman pahit bersama kaum penganut kitab suci Taurat ini, ilmuwan seperti Abdul Wahab Masiri, Sabri Goerges, Ahmad Khalifah, Fathi Yakan dan yang lain-lain namun kebanyakan riset-riset yang mereka lakukan hanya berkisar pada ideologi-sosial dan bentuk-bentuk jadi dari kebijakan-kebijakan politik Isreal yang berlangsung.
Akademisi hanya menyorot pada akses publik dan melupakan konflik internal dari praktek birokrasi yang dilakukan oleh politisi-politisi Isreal. Dalam buku ini Dr. 'Azmiy Basyarah mencoba menyentuh pada tataran tersebut. Ia melihat misi-misi kolonialisme (khususnya terhadap negeri Palestina) dari kebijakan-kebijakan Israel bukan hanya sebagai misi gerakan Yahudi, melainkan sudah secara total menjadi misi bersama antara gerakan keagamaan dan negara tanpa keterlibatan pihak luar, Amerika Serikat.
Hasil riset yang tersaji ke dalam lima topik ini mengisyaratkan sebuah hasil intelegensi terhadap dilema-dilema internal Israel. Pada bagian pertama penulis mensorot terapan demokratisasi yang telah dan sedang berlangsung. Demokrasi yang terbungkus indah dengan yel-yel untuk kembali kepada ajaran kitab suci menjadi tawaran politisi-politisi baik yang berlatar-belakang sekuler maupun radikal. Kedua belah pihak sama-sama paham dengan tipologi masyarakat sipil yang sangat rentan dengan misi-misi religi.
Ideology sekuler yang awalnya menjadi semangat perjuangan beberapa partai pada akhirnya pun berubah total menjadi misi agama di kursi parlemen. Secara jelas "yahudisasi" sistem pemerintahan ditetapkan, bukan hanya pada hukum-hukum rumah tangga dalam peradilan agama Israel, melainkan sudah menjalar pada kasus-kasus pidana dan tata hubungan internasional.
"Tidak ada pemisahan antara agama dan negara untuk Israel raya" ungkapan ini merupakan ultimatum ketua Mahkamah Agung Israel sebelum membacakan hasil-hasil putusan sidang parlemen tahun ... yang juga berisi berlakunya azas-azas keagamaan Yahudi dalam aturan pemerintahan di Israel. Dominasi politik kaum fundamentalis-radikal terhadap kaum nasionalis-sekluer secara formal berbanding tipis, yaitu 53% untuk kaum fundamental dan 47% kaum nasionalis. Namun dalam skala praktis prosentase ini hanya menjadi buah bibir yang tak berfaedah sama sekali pada kebijakan politik dan undang-undang.