Lihat ke Halaman Asli

Sastro Admodjo

babaasad.com

Relasi Kuasa Ideologi - Politik, Sebuah Upaya Membangun Perspektif Dialogis

Diperbarui: 25 Desember 2017   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: eventbrite.co.uk

Tidak ada sesuatu yang lahir dari ruang hampa. Setiap produk pemikiran manusia maupun kebudayaan yang berkembang selalu muncul dari keragaman konteks yang melingkupinya. Problema sosial, perubahan tatanan politik, bencana alam, pertikaian antar klan merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi produk pemikiran manusia. 

Lazimnya, suatu pemikiran yang brilian lahir sebagai respon atas fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Pemikiran tersebut hadir diproyeksikan sebagai problem solving atas persoalan-persoalan tersebut. Nantinya, jawaban yang disajikan oleh seorang ilmuwan/filosof diandaikan sanggup mengurai benang kusut dan memberikan jalan keluar bagi masyarakat.

Disinilah peran sejarah sangat menentukan dalam ujicoba ketahanan suatu produk pemikiran. Mungkin yang sering terjadi adalah, pada mulanya suatu pemikiran sanggup mengatasi problem yang terjadi di masyarakat dalam kurun waktu tertentu. 

Namun pada fase berikutnya, ketika masyarakat beserta penguasa menaruh kepercayaan penuh maka pemikiran tersebut mulai terlembagakan. Koalisi antara pemikiran dan penguasa politik inilah yang kemudian melahirkan ideologi. Banyak hal positif yang bisa kita ambil dari proses perkawinan kedua entitas tersebut. 

Diantaranya ialah menyeragamkan pola pikir satu masyarakat tertentu, sehingga mudah untuk diajak berkoordinasi dan mendukung program-program yang dicanangkan negara. Kemudian dengan penyeragaman ini akan nampak satu karakter unik yang akan menjadi ciri khas suatu bangsa. Misalkan proses Hellesinasi yang dilakukan Alexander the Great pada wilayah-wilayah taklukannya. 

Dengan melakukan hellesinasi, proses asimilasi antara penguasa dan wilayah taklukan lebih cepat terealisasi. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan bangunan khas Romawi di daerah jajahannya, terbentang mulai Tunisia di Afrika Utara hingga padang sabana di Asia Tengah. Seluruhnya takluk kepada Alexander, baik secara politik, militer, maupun kebudayaan.

Namun setiap manuver politik selalu menimbulkan konsekuensi ganda; positif dan negatif. Ekses negatif dari formalisasi satu corak pemikiran akan menegasikan pemikiran-pemikiran lain yang tak sepakat dengan penguasa. Eksistensi mereka akan semakin termarjinalkan mengingat otoritas penguasa tentunya tak ingin terusik dengan kehadiran mereka yang berpotensi merusak tatanan status quo. Dari sinilah mulai terjadi penindasan, tekanan, inquisisi, bahkan genocide oleh penguasa.

Ideologi, Makna dan Evolusi

Ideologi berasal dari kata ideayang berarti gagasan, pemikiran dan kata logosbermakna ilmu. Jadi ideologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gagasan dan pemikiran manusia. Bisa dibilang makna ideologi yang demikian telah banyak ditinggalkan. Sebab, terjadi pergeseran pengertian dari penggunaan terma ideologi. Komunitas ilmuwan, lantas diikuti masyarakat awam lebih sering menggunakan kata 'ideologi' sebagai kata yang merujuk pada 'sekumpulan ide atau gagasan yang dianut oleh satu kumpulan manusia pada periode tertentu untyuk mewujudkan satu tujuan bersama".

Dalam maknanya yang baru, terma 'ideologi' pada prakteknya selalu lahir sebagai respon dari tuntutan zaman. Kumpulan ide tadi, dimunculkan oleh seorang yang memiliki massa cukup besar, serta dilindungi oleh penguasa politik satu negara. 

Terkadang, pemimpin suatu negara sekaligus merangkap sebagai ideolog masyarakatnya, seperti saat Uni Soviet di era Lenin yang masyhur dengan 'Leninisme'nya. China masa Mao Ze Dong dengan 'Maoisme'nya. Dan juga Soekarno dengan 'Marhaenisme' serta konsep 'Nasakom'nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline