Diinformasikan oleh pemerintah, bahwa tahun 2025 pemerintah merencanakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, tentunya hal ini dapat membawa dampak yang sangat signifikan terutama pada kehidupan sehari-hari yang berpengaruh pada harga barang dan jasa yang sering kita gunakan. Jika hal ini terus berlangsung, harga barang-barang kebutuhan yang biasa kita gunakan itu akan semakin mahal dipasaran, hal ini yang disebabkan oleh tarif pajak yang dikenakan para penjual atau pelaku usaha tersebut yang terus meningkat.
Mulai 2025 kenaikan tarif ppn ini tidak hanya berdampak pada konsumen saja tetapi juga berdampak pada pengusaha atau (penjual) yang harus menyesuaikan dengan harga jual agar tetap efektif dan kondusif yang sudah pasti terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Dikutip dari CNNIndonesia Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Kenaikan ini sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam beleid itu, ditetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025. "Tarif PPN yaitu sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025," tulis Pasal 7 ayat 2 UU tersebut. Dengan ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengemukakan pada Rabu 13 November menyatakan, kebijakan PPN 12 persen di 2025 ini akan dijalankan, sesuai dengan kebijakan yang terkait pada peraturan perpajakan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ini sudah dilakukan pembahasan bersama Komisi XI DPR sebelumnya. Dan terkait hal menurunnya daya kelas menengah "Kelas menengah turun dari 57,33 juta di 2019 menjadi 47,85 juta di 2024. Artinya, dalam periode 5 tahun kita kehilangan 9,48 juta kelas menengah. Oleh karena itu, rencana pemerintah menaikkan PPN 12% seharusnya ditinjau ulang atau dibatalkan," ujar Kholid dalam keterangannya, pada Selasa (19/11/2024).
Diberlanjutkannya Tarif PPN Berdampak Kepada Masyarakat?
Dengan adanya rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen ini terus menuai sorotan dari berbagai kalangan masyarakat, pengusaha, dan buruh. Akhir-akhir ini masyarakat sedang di gemparkan oleh kenaikan harga Pajak Penambahan Nilai (PPN) yang sebelumnya di angka 11 persen kemudian akan berubah menjadi 12 persen, namun sepertinya banyak masyarakat yang menolak persoalan ini. Semua mengeluh dengan kenaikan harga PPN menjadi 12 persen seperti masyarakat, pengusaha, dan buruh mengatakan bahwa mereka keberatan akan kenaikan ppn ini, dengan adanya kenaikan ppn ini perlu mempertimbangkan kembali harga barang dan jasa yang akan naik lebih mahal akibat dari dampaknya kenaikan ppn 12 persen, ditengah penurunannya harga jual dan beli saar ini. Lalu bagaimana semua masyarakat dapat menerima tarif PPN yang semakin meningkat? Apakah akan berdampak buruk bagi masyarakat? mengingat kembali pada situasi ekonomi di indonesia saat ini bisa dikatakan sedang sulit akibat penurunannya daya beli dari kelas menengah atau pendapatan yang mereka usahakan dengan melibatkan ppn akan memberatkan usaha mereka yang memiliki keterlibatan dengan PPN. Dikutip dari kompas.com pemerintah Indonesia resmi menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Dalam penjelasannya, pemerintah salah satunya akan tetap mengecualikan barang pangan pokok dari PPN. Kebijakan kenaikan PPN 12 persen melainkan hanya berlaku khusus untuk barang dan jasa mewah. Dikatakan, pengecualian barang pangan telah diatur sejak UU Nomor 42 Tahun 2009 sebelum lahirnya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2021. "Dan, faktanya, kenaikan tarif PPN ini tetap akan dikenakan pada sebagian besar kebutuhan masyarakat menengah ke bawah," ungkap ekonom tersebut dalam keterangan tertulis yang dikirim kepada Kompas.com pada Senin (16/12/2024).
Penerapan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) 12 persen memang membawa dampak langsung terhadap harga abarang dan jasa, namun dengan adanya perubahan ini dapat membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sebagai masyarakat, kita dapat melihat kebijakan ini bukan hanya dari peningkatan harga saja, tetapi sebagai langkah strategis lebih maju untuk memperkuat kestabilitasan dan fiksal negara. Dengan begitu meskipun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam jangaka pendek, kebijakan ini akan membawakan manfaat yang lebih besar lagi bagi kesejahteraan kita semua. Maka dari itu kita harus sambut kebijakan ini dengan pemahaman yang lebih terbuka lagi, dan ikut berpartisipasi menjalankan kebijakan ini demi mewujudkan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H