Lihat ke Halaman Asli

Ada Paket Jancuk Untukmu, Wahai Gubernur Jatim Tercinta.

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Jancuk...”.
Ya,dua sukukata itu,
membuat sesak dada
beberapa generasi penjunjung tatakrama
Jawa Timur.
Karena dengan beringas atau galak
gampang lepas begitu saja
dari banyak mulut
saat dihentak terperanjat,
kala disundut amarah
lalu disusul rentetan umpat laknat
atau bogem mendarat.

Ya, membuat sesak dada.
Seperti sempit dadanya
para penjunjung tatakrama Nusantara lainnya
ketika mendengar cukimai, pukimai
atau sumpah serapah lainnya
keluar di pasar, di terminal
dan bahkan di gedung parlemen.

Ya hanya sekadar itu.
Sebatas prihatin,
sebatas mengelus dada,
sebatas menyebut tak sopan,
dan
sebatas harap agar tak jadi ikon daerah.

Tapi sungguh beruntung,
Tuhan tak pernah terlantarkan doa menari-nari di awan.
Dan karena itulah ilham mau turun dan bilang
bahwa apa saja, termasuk bahasa,
selalu ada manfaat di balik mudarat.
Seperti tidak mudaratnya makian “taik kambing”
saat ada yang menjadikannya pupuk kandang.
Ya, sungguh beruntung
jika manusia,
yang sudah ditabalkan jadi wakil Tuhan
jadi perekayasa apa saja,
mau memperkaya arti kosa kata
bahasa yang dituturkannya.

Ya jancuk, kata ilham,
akan jadi manfaat tidak hanya mudarat,
manakala gubernur, bupati, walikota
dan seluruh eskapede
sampai ke erwe dan erte di Jawa Timur
bisa populerkan jancuk untuk menyingkat program
“(jan)gan a(cu)hkan orang mis(k)in di sekitarmu”
untuk bangkitkan semangat dan karya gotong royong
mengatasi kemiskinan 4 juta lebih rakyat
dan kurang gizi ratusan ribu balita
yang melanda Jatim.
Sebelum tambah banyak
dan sebelum dimarahi Tuhan.

Jadi jangan khawatir, jancuk !
Engkau tidak lagi hanya dengan beringas diucapkan
tatkala marah
Engkau tak lagi dengan galak dilontarkan
tatkala terperanjat.
Engkau akan naik martabat
jika untuk sampaikan pesan sambil senyum lembut :
“Jancuk, ...... (jan)gan a(cu)hkan orang mis(k)in di sekitarmu”

Sastrawan Batangan (lahir di Surabaya dan dibesarkan di Malang), 9-3-2015

Catatan :

Puisi ini ditulis sebagai pemahaman bahwa semua yang ada tidak ada yang sia-sia (Qs 3:191), sebagai upaya untuk tidak mendustakan agama (Qs 107:1-7) dan sebagai usaha menyampaikan pesan Sang Maha Pencipta melalui kata yang membekas pada jiwa (Qs 4:63).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline