Sepakbola itu olahraga tim, bukan individu. Satu pemain yang hebat takkan bisa ada apa-apanya kalau rekan tim lainnya bermain jelek. Tapi sejak tahun 1956, majalah France Football memberikan penghargaan Ballon d'Or ("Bola Emas" dalam bahasa Prancis) kepada pemain terbaik di Eropa yang dianggap menonjol pada satu musim. Alfredo Stefano, Eusebio, George Best, Gerd Muller, Johan Cruyff, Franz Beckenbauer, Kevin Keegan, Michel Platini, Marco Van Basten, sampai Roberto Baggio, adalah sederet legenda sepakbola yang pernah meraih penghargaan tersebut.
Pele dan Diego Maradona tidak pernah meraih Ballon d'Or oleh karena mereka bukan orang Eropa. Baru pada tahun 1995 ada perubahan aturan yang memungkinkan pemain dari benua lain bisa mendapatkan penghargaan asal mereka bermain untuk klub Eropa. George Weah (striker AC Milan asal Liberia) menjadi pemain non Eropa pertama yang memenangkan Ballon d'Or.
Sampai tahun 2007, Ballon d'Or masih menarik karena para pemain hebat secara bergiliran menjadi yang terbaik. Akhir 90-an dan awal 2000-an sebut saja Ronaldo, Zinedine Zidane, Rivaldo, Luis Figo, Michael Owen, Andriy Shevchenko, Ronaldinho sampai Kaka secara bergantian menjadi pemenang Ballon d'Or. Tak ada yang mendominasi. Terlebih para wartawan saat itu benar-benar objektif melakukan penilaian.
Tapi sejak tahun 2008, Ballon d'Or seperti nggak asyik lagi. Kita menyaksikan dominasi duo Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi yang bersaing selama bertahun-tahun lewat satu dasawarsa hingga kini (hanya Luca Modric yang memutus hegomoni tahun 2018). Apalagi sejak tahun 201o kala Ballon d'Or digabung dengan penghargaan Pemain Terbaik Dunia FIFA (hingga memungkinkan kapten dan pelatih timnas dari seluruh dunia juga ikut menilai), penghargaan tambah nggak seru lagi. Penilaian seperti terkesan subjektif ada unsur kesukaan.
Memang pada tahun 2016, Ballon d'Or kembali menjadi milik majalah France Football setelah kontrak dengan FIFA habis. Tapi tak lagi sama seperti dulu. Karena yang jadi pemenang terkadang diperdebatkan kepantasannya meraih penghargaan.
Kilas balik tahun 2010, Messi menjadi pemenang Ballon d'Or. Orang-orang mempertanyakan mengapa tidak duo rekannya di Barcelona, Andres Iniesta atau Xavi Hernandez yang mesti dapat Ballon d'Or? Kedua gelandang elegan tersebut saat itu baru saja mengantarkan Barca meraih gelar La Liga 2009-2010, ditambah lagi kerennya membawa Timnas Spanyol menjadi juara Piala Dunia FIFA 2010 di Afrika Selatan. Atau kenapa tidak gelandang asal Belanda, Wesley Sneijder yang mengalami musim terbaiknya bersama Inter Milan meraih Treble Winner dan masuk final Piala Dunia.
Okelah setelahnya, dominasi prestasi Messi dan Ronaldo tak terbantahkan. Tapi tahun ini, Ballon d'or kembali diperdebatkan. Banyak orang mempertanyakan kepantasan Messi meraih Ballon d'Or 2021. Hanya karena menjuarai Copa America 2021 yang menjadi trofi pertama Messi bersama Timnas Argentina, sementara klub Barcelona sendiri yang membesarkan namanya justru hancur lebur hingga kemudian La Pulga pindah ke PSG karena alasan finansial.
Ballon d'Or 2020 ditiadakan karena alasan pandemi Covid-19. Tapi hey, siapa yang meragukan kestabilan, Robert Lewandowski bersama Bayern Muenchen. Striker asal Polandia itu punya peran vital mengantarkan klub raksasa Jerman menjadi juara Liga Champions 2019-2020 (masih ingat Barca dibantai tanpa ampun 8-2 di perempat final?) dan kampiun Bundesliga 2019-2020 dan 2020-2021.
Atau meski tidak memiliki nama mentereng, siapapun yang paham sepakbola pasti mengakui Jorginho tahun ini mengalami musim terbaik dengan membawa Chelsea meraih juara Liga Champions 2020-2021 dan jadi bagian penting Timnas Italia meraih Piala Eropa 2020 (digelar tahun 2021).
Ah, sudahlah. Ibarat perlombaan, juri yang menilai punyai kriteria tersendiri (walau terkadang subjektif). Jangan sampai saya mempercayai teori konspirasi dari kawan saya. Dia bilang Messi tahun ini dapat trofi Ballon d'Or dari majalah France Football karena Messi telah sudi bermain ke Ligue 1 Prancis bersama PSG, hehe.