Lihat ke Halaman Asli

The Sas

Si Penggores Pena Sekedar Hobi

Filosofi "Bola Itu Bulat"

Diperbarui: 8 Oktober 2020   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber:Kompas.com)

Dulu waktu saya masih remaja, lagi seru-serunya tuh bikin tim sepakbola amatiran bareng teman-teman, terus ikutan turnamen tarkam atau ya paling tinggi levelnya tingkat kecamatan dalam rangka Agustus-an. Nah, saya paling sebel kalo ada teman yang ngomong kayak gini, "Waduh, kita bakal ketemu Tim Anu nih. Mereka tim kuat!"

Ckckck, ingin rasanya kumaki teman tadi itu. Belum apa-apa sudah gentar duluan. Belum bertanding, sudah menciutkan semangat tim. Kalau ada teman kayak tadi sebaiknya nggak usah dipake. Karena dalam sepakbola ini fatal: bisa menular, dapat melemahkan mental bertanding.

Dari jaman baheula, sepakbola itu sudah terkenal dengan filosopi hebat 'Bola Itu Bulat'. Jangan takut sebelum bertanding sehebat apapun lawanmu. Jangan menyerah sebelum peluit panjang berbunyi.

Artinya, apapun bisa terjadi dalam waktu 2x45 menit, bahkan mendekati menit-menit akhir 'injury time'. Ingat, tak boleh jumawa dulu jika unggul. Sebaliknya pantang pasrah jika tertinggal.

Siapa yang menyangka Manchester United yang tadinya tertinggal 0-1 dari Bayern Muenchen sampai menit ke-89, secara dramatis justru berbalik unggul 2-1 di waktu tiga menit tersisa 'injury time' di final Liga Champions 1998-99.

Atau percaya tidak dengan keajaiban yang lagi-lagi terjadi di final Liga Champions kali ini edisi ke-50 musim 2004-05 di Istanbul. AC Milan sudah unggul 3-0 atas Liverpool di babak pertama, dan banyak yang meyakini mereka bakal jadi juara. Tapi apa yang terjadi selanjutnya?

Di babak kedua Steven Gerrard dan kawan-kawan bangkit menyamakan kedudukan menjadi 3-3. Ketika pertandingan harus diselesaikan melalui babak adu penalti, Liverpool pun keluar menjadi pemenang.

Ya, filosopi 'Bola Itu Bulat' membuktikan segalanya mungkin terjadi di lapangan sepakbola. Nama besar tim belum tentu jaminan akan selalu juara. Timnas Brasil boleh ditakuti di era Pele, Romario, dan Ronaldo. Tapi, siapa yang menyangka Tim Samba bisa dibantai oleh Jerman dengan skor telak 7-1 di semifinal Piala Dunia 2014 justru dihadapan pendukung Brasil sendiri sebagai tuan rumah.

Atau masih segar ingatan kita di tahun 2020 ini ketika Barcelona yang dulu sedemikian mengerikan dengan 'Tiki Taka'-nya dengan mudah dipecundangi oleh raksasa (lagi-lagi) Jerman, Bayern Muenchen. Papan skor yang menunjukkan angka 8-2 diakhir pertandingan perempatfinal Liga Champions 2019-20 sungguh sukar dipercaya oleh siapapun.

Hmm, jangan-jangan selanjutnya dianggap 'kewajaran' tim besar kalah dengan skor telak. Kita seperti tidak terkejut lagi di kompetisi tengah masa pandemi ini. Karena tim-tim semenjana yang selama ini dipandang sebelah mata pun sudah memegang teguh filosopi 'Bola Itu Bulat'.

Di awal musim 2020-21, penikmat sepakbola seperti sudah 'biasa' disungguhi 'pemandangan': Hoffenheim 4-1 Bayern Muenchen (pekan ke-2 Bundesliga, 27 September 2020), Manchester City 2-5 Leicester City (pekan ke-2 Premier League, 27 September 2020), Manchester United 1-6 Tottenham Hotspur, dan Aston Villa 7-2 Liverpool (pekan ke-4 Premier League, 5 Oktober 2020).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline