Lihat ke Halaman Asli

Siapakah Pengganti Ketua KPU RI yang Tepat?

Diperbarui: 7 Juli 2024   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Author

Lembaga penyelenggara Pemilu Indonesia belakangan ini menjadi sorotan utama, di berbagai saluran media televisi maupun media cetak. Masyarakat berbondong-bondong mencari kebenaran terkait kasus yang menimpa KPU RI. Hal ini mendorong masyarakat, pegiat demokrasi, dan akademisi mempertanyakan sistem penyelenggara Pemilu di Indonesia.

Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, lembaga penyelenggara Pemilu Indonesia terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Ketiganya bersatu sebagai entitas penyelenggara Pemilu Indonesia dan kewenangannya telah diatur secara hukum.

Namun, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2022-2027 mendapatkan sorotan negatif dari masyarakat. Pertanyaan pun muncul, apa yang terjadi dengan sistem penyelenggaraan Pemilu di Indonesia? Mengingat lembaga KPU RI tersebut bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu, siapa pun yang menjadi pejabat KPU RI, tindakannya akan menjadi pusat perhatian serius bagi semua pihak. Oleh karena itu, tugasnya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, integritas dan profesionalisme.

Kontroversi muncul ketika Hasyim Asy’ari, ketua KPU RI terbukti melanggar kode etik. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah adanya pengaduan. Sebelumnya, pada tanggal 8 Januari 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan, seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum, karena kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

Sedangkan pada kasus Hasyim Asy’ari, Ketua KPU RI dinilai terbukti melakukan penyalahgunaan jabatan dan perbuatan asusila terhadap seorang wanita bernama Cindra Aditi Tejakinkin. Cindra Aditi Tejakinkin merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) pada wilayah kerja di Den Haag, Belanda. 

Kasus ini telah diadukan oleh Cindra Aditi Tejakinkin kepada Dewan Kehormatan Penyelenggaraa Pemilu (DKPP). Pengaduan tersebut telah diterima, diperiksa, dan putusannya telah dibacakan pada hari Rabu, 3 Juli 2024 oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI).

Berdasarkan putusan Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memutuskan 1. Mengabulkan pengaduan Pengadu untuk seluruhnya; 2. Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak Putusan ini dibacakan; 3. Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini  paling lama 7 (tujuh) hari sejak Putusan ini dibacakan; dan 4. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk mengawasi pelaksanaan Putusan ini.

Jabatan komisioner KPU memiliki peranan yang sangat vital bagi sistem penyelenggara Pemilu di Indonesia. Jabatan tersebut harus diisi oleh orang yang mumpuni, berkarakter, berintegritas, dan profesional.

 Hal ini dapat menentukan bagaimana sistem demokrasi di Indonesia berjalan sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu.

Menjabat sebagai komisioner KPU RI bukan untuk menciptakan dan memperbanyak pelanggaran kode etik, melainkan menciptakan gagasan dan membuat kebijakan yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang lebih baik. Ketika pelanggaran itu terjadi, maka hal tersebut sama saja mencederai pemilu dan menghambat proses pemilu yang lebih baik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline