Lihat ke Halaman Asli

Nusantara Pustaka

Blogger ( Para pemikir dan Aktivis)

Perjalanan Kehidupan Putra Kampung, Menjadi Guru Besar

Diperbarui: 22 Agustus 2024   07:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana wawancara Prof Oman; Dok pribadi 

Jangan pernah merasa besar dan selalu lah merasa kecil, karena merasa besar akan membuat mu jatuh terhadap sikap riya' dan sombong. Pesan pertama yang disampaikan oleh bapak Oman Faturrahman kepada kami (mahasiswa STAI SADRA),  pesan  ini kami terima dengan hati yang lapang, karena sikap sombong dan riya' sebuah penyakit yang akan membuat seseorang merasa puas, berbangga diri, hingga enggan untuk mengeksplorasi pengetahuan yang lebih luas.

Prof Oman Faturrahman  atau kerap di panggil Pak Fathurrahman (lahir 8 Agustus 1969 di kuningan, Jawa Barat). ia adalah guru besar di bidang Filologi, Fakultas adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini ia sedang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok, yang didirikan oleh K.H. Achmad Sjaichu. Sebelumnya ia juga pernah menjabat menjadi Staf Ahli menteri Agama di bidang menejemen komunikasi dan Informasi pada tahun (2017---2021). Itulah karir yang tempuh oleh Pak Fathurrahman, namun semuanya itu tidak ia dapatkan semudah membolak-balik telapak tanganan.

Pak Faturrahan, terlahir dari  keluarga yang sangat sederhana, namun semua itu bukan menjadi hambatan bagi dirinya untuk menjadi orang yang hebat seperti saat ini. Dengan sikap religius yang tinggi dan mental yang kuat. Pak Fathurrahman memiliki latar belakang keluarga yang cukup religius dan sederhana. Dalam perjalanan pendidikannya Pak Fathurrahman memiliki ribuan rintangan yang ia hadapi. 

Pak Fathurrahman Sebelum menduduki bangku perkuliahan ia pernah di sekolahkan oleh orang tuanya di pondok pesantren Madrasah Aliyah Negri (MAN) Cipasung Singaparna Tasikmalaya Jawa Barat,  setelah lulus, lalu ia pernah meminta restu untuk menjutkan pendidikannya di bangku perkuliahan kepada orang tuanya, namun sayang beribu sayang orang tuanya tidak memberi izin kepada Pak Fathurrahman   karena  orang tuanya tidak mampu untuk membiayai, malah sebaliknya Pak Fathurrahman di pondokkan kembali oleh orang tuanya di Pondok Pesantren Haurkuning Salopa Tasikmalaya Jawa Barat, di pondok inilah ia mengembangkan ilmu Nahu Sharaf dan ilmu lainnya. Setelah dari pondok ini Pak Fathurrahman lagi meminta izin kepada orang tunaya untuk mendaftarkan diri menjutkan jenjang pendidikan formalnya di bangku perkuliahan, namun orang tuanya tetap untuk tidak mengikuti kemauan dari Pak Fathurrahman, dan setelah permintaan itu tidak diikuti, Pak Fathurrahman di masukan lagi ke Pondok, Pondoknya yang bernama Miftahul Huda di Tasikmalaya Jawa Barat.

Dalam proses pembelajaran di pondok ini Pak Fathurrahman tidak lama, di karenakan memiliki beberapa ketakutan pada waktu itu, kalau tidak mendaftarkan diri untuk kuliah tahun ini maka Ijazah Aliyahnya tidak akan bisa di gunakan untuk mendaftarkan beasiswa.

 Setelah masuk pondok beberapa bulan pak Faturrahan memutuskan diri untuk pulang dan menyampaikan kepada orang tuanya untuk bertekat pergi merantau ke Jakarta untuk melanjutkan  jenjang perkuliahan, dengan hal itu  harapan yang sangat sederhana dari orang tua Pak Fathurrahman inggin melihat Pak Fathurrahman menjadi guru ngaji, karena menjadi guru ngaji saja telah cukup untuk menghidupi pak Fathurrahmankarna.

 Jadi guru ngaji tidak akan membuat hidupnya menjadi sengsara ujar Bapaknya, namun Pak Fathurrahman tidak inggin sekedar menjadi guru ngaji tapi inggin bisa lebih dari itu. Maka  setelah itu, pak Faturrahan mencoba bertekad  untuk merantau ke Jakarta, walaupun pada waktu itu ia tidak di bekali uang sedikit pun, setelah tiba di Jakarta pak Fathurrahman tinggal di rumah saudaranya. Namun karna menumpang di rumah sanak saudaranya yang ada di Jakarta. Kendatipun Pak Faturrahan menumpang pada rumah keluarganya, ia tetap tidak ingin ditampung begitu saja, dengan begitu ia memutuskan untuk bekerja dengan menjual rokok yang dibawa dari Kebayoran Lama ke Tanah Abang. Selain itu, pak Oman juga menyisihkan dari pendapatannya untuk ditabung, yang dalam sebulan bisa mencapai tiga puluh ribu dan itu pun sering di palak sama pereman di Tanah Abang.

patan harian seribu rupiah. Dengan harapan bisa mencukupi uang pendaftaran untuk masuk pada perkuliahan, walaupun pada saat itu uang untuk masuk perkuliahan senilai lima ratus ribu rupiah. Dengan nilai sebanyak itu, pak Oman mencoba banyak pekerjaan untuk mencukupi uang pendaftaran pada saat itu. Hingga ia (Oman Faturrahman) menemukan sebuah tawaran pekerjaan pada halaman koran, dengan pendapatan mencapai delapan puluh ribu per bulan. Oleh karena itu, pak Oman sempat terlena dengan pendapatan yang lumayan tinggi dan melupakan tujuan awalnya untuk berkuliah. Hanya saja ia tetap meneguhkan hatinya untuk berkuliah dan mendaftar pada kampus IAIN SYARIF HIDAYATULLAH di tahun 1990. Dalam proses ini juga Pak Oman mendapatkan berbagai macam cobaan, suatu ketika satu hari sebelum tes daftar beasiswa Pak Oman mendapat cobaan besar, waktu itu kartu tesnya ia titip di keponakannya, namun ketika mencarinya lagi keponakannya itu pada hari itu pergi Camping di wilayah sukabumi, hal ini membuat ia merasa putus asa, mencoba untuk melobi supaya tesnya nanti menggunakan kartu yang pernah dia copy, namun hal itu tidak bisa di gunakan. Dengan tekat yang kuat dan di semangati oleh temannya pada waktu itu untuk menyusui ponakannya ke Sukabumi, dan hal itu ia lakukan bersama temannya, setelah sampai di Sukabumi Pak Oman pun tidak mengetahui titik lokasi Campingnya, namun pada saat itu ia bertanya kepada warga setempat, setelah mengetahui titik lokasinya dan berjumpa lalu mempertanyakan kartu tesnya, dan keponakannya menjawab kartu tesnya ketinggalan di Buku Fiqih, dengan harapan yang tidak pasti Pak Oman dan temannya balik ke Jakarta namun di tengah perjalanan kopling motornya putus. Namun semua itu tidak membuat ia putus asa lalu melanjutkan pejalannya ke Jakarta dan, setelah sampai di jakarta kartu tesnya pun tidak ketemu di buku Fiqih, namun temannya bernisiat untuk membongkar semua buku yang berjejeran itu sampai 7:30 setelah ketemu ia langsung siap-siap pergi ke kampus dan pada waktu itu Pak Oman mengambil Jurusan Sastra Arab dan lulus pada tahun 1994, selepas dari jenjang S1 Pak Oman mendapatkan beasiswa dari yayasan naskah Nusantara untuk melanjutkan study Magisternya di bidang Filologi sampai tahun 1998, setelah selesai dari jenjang S2 ia langsung menyusul beasiswa Indonesia Internationl Education Foundation dan mendapatkan gelas Doktor pada tahun 2003. Lalu setelah menyelesaikan Doktornya Pak Oman lalu fokus pada bidang study Filologi dengan bidang inilah Pak Oman mendapatkan gelar Profesor dan terkenal di dalam negeri dan luar negeri.

Suasana Kantor Pak Faturrahan saat ini; Dok pribadi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline