Pemberontakan Adipati Demak
Prabu Brawijaya V, mempunyai seorang putra dari pernikahannya dengan Putri Campa, namun karena sang Prabu sangat percaya pada nasehat ahli nujum istana, maka Putri Campa yang sedang hamil itu diberikan kepada Adipati Palembang sebagai tedhak sungging. [1]
Setelah sampai pada satnya Putri Campa melahirkan seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Radèn Patah.[2] Pemberian nama inipun juga sudah mendapatkan ijin dari Prabu Brawijaya.
Setelah Radèn Patah beranjak dewasa, dengan diantarkan oleh Adipati Palembang, untuk menghadap ayahandanya di Kerajaan Majapahit. Juga saudara tirinya satu ibu beda ayah, yakni anak laki-laki yang lahir dari perkawinan Putri Campa dengan Arya Damar, yang diberi nama Kusen.[3]
Karena sudah dewasa dan telah cukup umur untuk diserahi tugas dan tangggung jawab, maka Prabu Brawijaya mengangkat Raden Patah menjadi Adipati Demak Bintara, dengan gelar Adipati Jimbuningrat. Sedangkan Raden Kusen diwisuda menjadi Adipati di Terung dengan gelar Adipati Pecatandha.
***
Di Sitihinggil kerajaan Majapahit, Sang Prabu Brawijaya menerima laporan dari Adipati Kertasana, bahwa sungainya kekeringan, sedangkan aliran sungai dari Kediri yang biasanya masuk ke Sungai Kertasana, arahnya berubah kearah timur, karena kutukan Sunan Bonang.
Selanjutnya Sang Prabu memerintahkan pada nayaka praja untuk mengadakan peninjauan di lapangan, tentang kebenaran informasi tersebut. Utusan dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama menuju ke Kertasana melihat kejadian di TKP, sedangkan kelompok kedua menjemput Sunan Bonang di Tuban.
***
Kelompok pertama melaporkan hasilnya, bahwa rakyat Kertasana kekurangan air, aliran sungainya kering, rakyat kebingungan mendapatkan air. Adapun yang diutus ke Tuban, melaporkan gagal menemui Sunan Bonang, karena di rumahnya kosong.
Pada saat itu Sunan Bonang dan Sunan Giri sedang berada di Kadipaten Dêmak, atas undangan Adipati Jimbuningrat, yang keperluannya untuk merencanakan penyerbuan ke Majapahit.
Raden Patah berdebat dengan ke dua Sunan tentang sebab dan akibat rencana penyerbuannya ke kerajaan Majapahit. Dan akhirnya Adipati Jimbuningrat mengirim surat kepada adik tirinya yakni Adipati Pecattandha dan beberapa Adipati lainnya, agar membantu logistik maupun pasukan, dalam rangka melakukan penyerangan ke Majapahit.
***
Pada hari itu Jum’at pagi, para Sunan dan para Bupati sudah berkumpul di Demak Bintara, kemudian Sunan Bonang setelah memberikan khutbah, kemudian mengawali peletakan batu pertama pembangunan Masjid keraton Demak. Karena seluruh keperluan telah tersedia maka dalam beberapa hari Masjid itupun sudah berdiri.
Kemudian setelah acara sukuran selesainya pembangunan Masjid, maka Sunan Bonang memberikan pidato singkatnya, bahwa Adipati Jimbuningrat berencana akan menyerbu Majapahit, jika mendapatkan dukungan dari semua Adipati yang hadir pada saat itu.
Para Adipati yang hadir setuju untuk mendukung penyerbuan ke Majapahit, juga para Wali. Namun ada seorang Wali yang tidak setuju, yaitu Syèkh Siti Jenar, melihat sikapnya itu, Sunan Bonang menjadi berang.
Syèkh Siti Jenar kemudian dihukum mati, sedangkan yang melaksanakan eksekusinya adalah Sunan Giri. Syèkh Siti Jenar dipancung dan meninggal seketika.
Setelah mengeksekusi Syekh Siti Jenar, Sunan Bonang melantik Adipati Jimbuningrat menjadi Senapati ing Ngalaga, sedangkan Panglima pengapitnya adalah Patih Amangkurat.
***
Pagi itu bertepatan dengan peringatan Garebeg Maulud, di ibukota Majapahit rame pertunjukkan, karnaval dalam rangka menyambut upacara garebeg Maulud. Dari arah barat nampak barisan karnawval yang mengenakan pakaian putih-putih mengumandangkan shalawat yang diiringi suara rebana, yang ditabuh bertalu-talu.
Para penduduk di kotaraja, berduyun-duyun mendatangi acara itu dan berdiri di tepi sepanjang jalan menuju ke istana. Seluruh kotaraja Majapahit telah dipenuhi orang-orang yang berpakaian putih meramaikan upacara garebeg.
Setelah pasukan upacara garebeg memasuki alun-alun, dan yang lainnya berbaris ditepi-tepi jalan, ada pula yang menonton upacara di dekat balai Pagelaran.
Upacara garebeg berjalan dengan baik, namun ketika pasukan dibubarkan, semua peserta upacara yang berpakaian putih merangseg maju dan menyerang pasukan upacara dari Kerajaan Majapahit yang sama sekali tidak menduga ada serangan mendadak. Pasukan yang merasa diserang mendadak itu melakukan perlawanan, dan terjadilah pertumpahan darah.
Pasukan inti dari Demak merangsek masuk balai Pagelaran dan Sitihinggil untuk menangkap para pangeran dan putra sentana, yang melawan dibunuh, yang menyerah diampuni. Gerbang Sri Manganti di tutup rapat, juga regol Brajanala.
Sementara itu pasukan Majapahit berjaga-jaga di Kamandungan, Patih Maudara masuk kedalam istana dan memberitahu tentang penyerbuan mendadak dari Kadipaten Demak.
Sang Prabu tidak habis mengerti tentang sikap dari putranya sendiri, Raden Patah. Namun tiada pilihan lain. Dalam kondisi yang sudah tua itu, tidak ingin melakukan perlawanan fisik.
Sang Prabu melarikan diri lewat pintu butulan dan menuju ke arah Surabaya. Pangeran Gugur dengan membawa beberapa kitab penting, melarikan diri ke Pulau Bali, pangeran Lembu Amisani juga melarikan diri ke arah barat.
Kerajaan Majapahit telah dapat dikuasai oleh para Wali dan para Adipati brang wetan, kemudian semua berkumpul di balai Pagelaran. Sunan Giri kemudian memberikan khutbahnya. Bahwa untuk sementara guna menetralkan pengaruh konflik internal di kerajaan Majapahit, maka untuk sementara Sunan Giri akan memimpin pemerintahan selama 40 hari.
Pada hari yang 41 sejak Sunan Giri memimpin kerajaan Majapahit, kemudian di Sitinggil itu, Sunan Giri menobatkan Raden Patah Menjadi Raja Demak untuk menggantikan Kerajaan Majapahit. Dan mengubah status kerajaan Majaphit menjadi Kadipaten Majalengka.
Raden Patah dinobatkan menjadi Sultan pertama di Demak Bintara dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar Sayyin Paneteg Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa
[1] Tedhak sungging, adalah pemberian selir Raja yang sedang hamil, kepada seseorang bawahannya, tetapi selama bayi dalam kandungannya itu belum lahir. Putri tedhak sungging tidak boleh digauli.
[2] Patah sebenarnya mengambil nama dari bahasa Arab Fatah.
[3] Kusen lafadz aslinya adalah Husein.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H