Lihat ke Halaman Asli

Serat Centini

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Serat Centhini

Serat Centini yang sekarang diketahui oleh masyarakat luas, aslinya ditulis dengan menggunakan aksara Carakan [ huruf Jawa; dentawyanjana]dan  setelah alih aksara latin [romanisasi] menjadi 12 jilid atau kurang lebih 4.500 halaman. Serat Centini yang asli kini tersimpan rapi di gedung Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta, sedangkan sebagai turunannya tersimpan di paheman Radyapustaka Sriwedari Surakarta, Museum Sasana Budaya Yogyakarta, Museum Gedung Gajah Jakarta, termasuk yang tersimpan di tempat lainnya.



Pada tahun 1912 M serat Centini dicetak untuk pertama kalinya oleh Bataviaasch  Genootschap van Kunsten en Wetenshappen’di percetakan Firma Ruygrok &co Batavia, sebanyak delapan jilid. Sebenarnya ke delapan jilid tersebut mengambil dari Serat Centini jilid 5-9, sedangkan Jilid 1-4 [asli dan 10-12 [asli] pada saat itu belum diterbitkan.

Serat Centini 1-8 yang dikeluarkan oleh Bataviaasch  Genootschap van Kunsten en Wetenshappen’ itu, dikenal dengan nama Centini Suradipura.

Kemudian kini banyak dijumpai Serat Centini dengan berbagai versi ;

1)Centini versi Suradipura [1-8 jilid].

2)Centini versi Sumahatmaka

3)Centini versi Kamajaya [1-12 jilid]

4)Centini versi C. Inandiak

5)Centini versi Gangsar R. Hayuaji

Riwayat Serat Centini

KGPAA. Mangkunagara III atau nama aslinya RMG. Sugandhi,[15 Pebruari 1785]. Adalah putra  SISKS Pabubuwana IV [1788-1820 M) dengan Pramèswari RA. Handaya putri Panembahan Cakraningrat dari Pamekasan Madura. Setelah menggantikan kedudukan ayandanya, maka dinobatkan menjadi penerus dinasti Surakarta dengan gelar Pakubuwono V (1820 – 1823M), atau sering disebut sebagai Sunan Sugih.

RMG. Sugandhi menyerahkan buku yakni serat ‘ Suluk Jatiswara’ kepada Ki Ng.Rangga Sutrasna untuk menggubah, dan menjabarkannya. Adapun Suluk Jatiswara tadi ditulis pada  tahun 1711 M. penulisan buku yang berjudul Centini konon mengambil nama seorang dayang. Adalah mengisahkan perjalanan Jayengresmi, Jayengsari dan Niken Rancangkapti. Ketiganya adalah putra-putri dari Sunan Giri III [Sunan Prapen].

Kisah dalam perjalanan sang tokoh Jayengresmi yang kemudian juga menjadi judul buku tersebut yakni Sekh Amongraga dan isterinya nyi Tambangraras, yang dimulai dari penyerbuan Majapahit ke Pondok Pesantren Giri Kedaton , yang gagal, sampai dengan penyerbuan Mataram ke Giri Kedaton.

Di dalam serat Centini [metrum] memuat beberapa pengetahuan tentang, arkeologi, mistik, perbintangan [falakiyah], pertanian, pengobatan herbal, sexology, adat, seni budaya, klimatologi, property, persenjataan, legenda, agama, kuliner, filsafat dsbnya.

Serat  Centini  diawali dari kisah Sunan Giri, dan diakhiri dengan meninggalnya sekh Amongraga…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline