Lihat ke Halaman Asli

Sasqia Faradila

akun milik sasqi

Untukmu Bidadariku

Diperbarui: 7 Februari 2021   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Udara pagi menusuk hidung. Memang sudah jelas udara disini selalu dingin, dari pagi hingga pagi lagi. Daerah yang dingin, berada di dataran tinggi. Daerah yang tanahnya subur sekali serta didukung oleh cuaca yang tidak panas memang sangat tepat sekali dipakai untuk bertani sayuran.

Ketika mendengar nama daerahnya saja orang akan langsung tau akan semua hal ini. Ya, tepatnya di sebuah desa bernama Argarasa. Desa yang terkenal akan produksi sayuran serta buah yang maju dan berkualitas baik. Sudah seperti surga sayuran dan buah saja jika orang pertama kali datang ke desaku ini.

Dengan keadaan yang seperti ini, siapa yang tidak akan memanfaatkannya dalam kehidupan. Ayahku salah satunya. Razimanku, pahlawanku. Begitu kataku dan ibuku. Bagiku, ayahku bukan sekedar pahlawan, ia juga seperti cahaya dalam hidupku. Selalu menolong, kuat, menyejukkan, dan mengajarkanku banyak makna kehidupan. Amat sempurna laki - laki ini. 

Betapa sempurnanya lagi dengan kehadiran satu wanita terbaik di dunia, ibuku. Wanita yang begitu tulus, manis, dan baik hati pula menambah terang hidupku. Sifatnya bak sutera, penuh kelembutan. Tak pernah terpikir bagaimana gelapnya jalanku jika tidak ada dua lampu penerang yang amat aku sayang ini.

Ayahku seorang petani juga di desaku. Namun hanya petani kecil yang hanya mempunyai beberapa petak kebun saja. Ayahku menanam beberapa macam jenis sayuran di kebunnya. Juga, sedikit tanaman stoberi. Setelah panen, ayah akan menjual hasil panennya pada juragan Rendra. Juragan Rendra mempunyai sebuah gudang sayur dan buah yang disitulah hasil panen masyarakat desa Argarasa ini diolah, dikemas, lalu dikirim ke kota untuk dijual di swalayan, supermarket, pasar - pasar di kota, dan perusahaan - perusahaan yang menjadi langganan juragan Rendra.

Sekarang, aku duduk di kelas tiga SMA. Posisi dimana sedang bingung - bingungnya akan dilanjutkan kemana sekolahku. Kuliah atau bekerja?. Jujur saja, aku ingin kuliah. Namun semua itu seperti imajinasiku saja yang berkeliling dalam pikiranku. Ibarat pungguk yang merindukan bulan, mungkin sulit sekali untuk diwujudkan. Meski ayah dan ibuku sendiri mengharapkan sesuatu yang sama denganku. 

Tapi apa boleh buat, hati ini terasa teriris melihat kondisi keluargaku sekarang. Ayahku bersusah payah dari subuh hingga petang mengurus kebun. Ibuku juga tidak bekerja. Sepertinya aku tidak tega untuk menggunakan uang ayah untuk biayaku kuliah, itukan mahal sekali.

"Nak, bangun. Ayo, sudah subuh." Alarm alami yang membangunkanku setiap hari. Suara yang sudah pasti aku dengar pagi - pagi. Ya, ibu.

" Iya, Ibu. Aku sudah bangun ini." Aku menjawab ibu sambil berjalan juga menggosok mataku yang masih rapat. Seperti biasa, lekas - lekas berwudhu lalu pergi ke masjid bersama ayah.

Hanya sedikit orang yang berjamaah di masjid ketika shalat subuh. Hanya satu baris saja.

"Nah, shalat berjamaah subuh itu banyak manfaatnya. Salah satunya jika kita memohon doa pada Allah, Insyaallah akan didengar oleh-Nya. Sebab apa? Saat orang lain nyaman di atas tempat tidurnya, kita berjuang pergi ke masjid untuk berjamaah. Sudah jelas Allah lebih suka pada yang mana kan, Bar?" Itulah yang ayahku katakan padaku sehingga aku selalu tidak ingin tertinggal shalat berjamaah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline