Lihat ke Halaman Asli

Sikap Inklusif

Diperbarui: 4 April 2017   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A.Makna Sikap Inklusif :

Inklusif berasal dari Bahasa Inggris “inclusive” yang artinya “termasuk di dalamnya”.

Secara istilah berarti menempatkan dirinya ke dalam cara pandang orang lain/ kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah.

Dalam perkembangannya istilah tersebut meluas digunakan untuk membangun sikap dalam beragama sehingga melahirkan pluralisme beragama (semua agama memiliki kebenaran yang sama) karena dilatarbelakangi konflik-konflik agama.

Jika dibedah dengan cermat, sikap inklusif dan eksklusif pada dasarnya adalah cara seseorang memandang perbedaan yang ada.

Sikap inklusif cenderung memandang positif perbedaan yang ada, sedangkan sikap eksklusif cenderung memandang negatif perbedaan tersebut.

Dampak memandang positif perbedaan adalah memunculkan dorongan/ motivasi untuk mempelajari perbedaan tersebut dan mencari sisi-sisi universalnya guna memperoleh manfaat yang menunjang hidup/ cita-citanya.

Sikap positif terhadap perbedaan lahir karena adanya kesadaran bahwa perbedaan adalah fitrah/ alamiah, sehingga tidak menolak perbedaan melainkan mengakui adanya potensi persamaan-persamaan yang bersifat universal.

B.Sikap inklusif yang Dikembangkan :

Kebutuhan individu dan bermasyarakat bersifat luas seiring dengan perkembangan jaman. Kerjasama dengan individu atau kelompok lain menjadi keniscayaan. Prinsip bersikap inklusif muncul karena adanya kebutuhan bekerjasama untuk mencapai cita-cita, titik tolaknya adalah memandang sisi positif perbedaan sehingga mendorong usaha-usaha untuk mempelajari perbedaan dan menarik sisi-sisi universal yang mungkin bernilai positif dan menunjang cita-cita/ misi pembangunan masyarakat. Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk mengembangkan sikap inklusif :

Menyadari bahwa setiap orang atau kelompok di masyarakat memiliki potensi mencapai kebenaran, sehingga tidak menghindari primordialisme yang berlebihan terhadap keunggulan dirinya dan kelompoknya, setiap orang atau kelompok juga memiliki sisi kelemahan yang membutuhkan kerjasama dengan orang atau kelompok lain.

Mengakui adanya aspek-aspek universal yang mungkin bernilai positif pada orang lain/ kelompok lain yang berbeda pandangan (aliran) agama untuk menunjang tercapainya cita-cita/ misi pembangunan masyarakat.

Menumbuhkan jiwa sportif dalam bersosialisasi dan hidup bersama dengan orang lain/ kelompok lain, sehingga terdorong untuk mengelola perbedaan secara etis atau mengembangkan kompetisi yang sehat meskipun memiliki pandangan dan cara hidup yang berbeda.

Membiasakan berkomunikasi dengan sehat tidak semata-mata didasari persepsi yang sempit dan kacamata kuda, melainkan berdasarkan pengamatan dan pengertian terhadap perbedaan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline