Proses sejarah yang kompleks dan beragam dari masuknya Islam ke Maluku melibatkan hubungan antara pedagang, ulama, dan komunitas lokal. Selain jalur perdagangan, faktor politik dan sosial memengaruhi penyebaran agama Islam di wilayah ini. Dalam artikel ini, kami memeriksa peran penting pedagang Muslim, penyebaran ajaran Islam melalui jaringan perdagangan, dan adaptasi Islam terhadap budaya lokal Maluku. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang proses masuknya Islam ke Maluku dan dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat setempat.
Selama berabad-abad, Maluku telah menjadi pusat agama, budaya, dan perdagangan. berkat kehadiran Islam. Sejak awal abad keempat belas, pedagang, penjelajah, dan ulama mulai memasuki wilayah ini, membantu menyebarkan ajaran Islam.
Perdagangan rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, menarik pedagang dari berbagai belahan dunia dan membuka peluang untuk bertemu antara budaya-budaya yang berbeda. Islam tiba di Maluku sebagai bagian dari berbagai agama melalui jaringan perdagangan ini. Pada masa itu, ajaran Islam disebarkan melalui upaya dakwah dan interaksi sehari-hari di pelabuhan yang sibuk.
Karena keterlibatan negara-negara seperti Arab, Persia, dan India dalam perdagangan rempah-rempah, pertukaran agama dan budaya meningkat. Sangat penting bagi ulama Muslim. yang mengikuti rombongan dagang atau berlayar sendiri untuk menyebarkan ajaran Islam. kepada masyarakat setempat. Islam secara bertahap menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari orang Maluku.
Sangat penting untuk dicatat bahwa proses masuknya Islam ke Maluku tidak selalu. berlangsung dengan konflik atau pertentangan; sebaliknya, seringkali terjadi adaptasi dan asimilasi antara kepercayaan lokal dan ajaran Islam, yang menghasilkan keberagaman dalam praktik keagamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Maluku, di mana nilai-nilai lokal dan Islam bersinergi. Dengan waktu, masuknya Islam ke Maluku mencerminkan keragaman dan dinamika sejarah, yang memberikan warna khusus pada perjalanan perkembangan kebudayaan dan agama di wilayah tersebut.
Ketika Islam masuk ke Maluku (termasuk Maluku Utara) melalui jalur perdagangan laut dan melakukannya dengan cara yang damai, Maluku menjadi sangat penting dalam jaringan perdagangan laut global karena menghasilkan cengkeh dan pala, yang merupakan komoditas yang banyak dicari pada saat itu. Menurut Putuhena (1970), proses Islam terjadi melalui dua jalur: jalur "atas" dan jalur "bawah". Jalur atas menunjukkan proses masuknya Islam melalui upaya para penguasa pada masa itu, sedangkan jalur bawah menunjukkan proses masuknya Islam melalui upaya individu atau masyarakat secara keseluruhan.
Sehubungan dengan masuknya Islam ke Maluku dan Maluku Utara melalui jalur perdagangan laut, maka penulis berasumsi bahwa hal tersebut terjadi di daerah-daerah yang pada waktu itu merupakan sentra perdagangan pala dan cengkeh. Ternate terkenal dengan cengkehnya dan Banda terkenal dengan buah palanya. Pulau Ambon yang terletak di semenanjung Mietitu merupakan pelabuhan transit baik di utara (Ternate) maupun selatan (Banda).
M.S.Putuhena menceritakan, pada penghujung abad kedua Hijriah (abad ke-8 M), empat orang Syekh asal Irak (Persia) tiba di Maluku Utara. Kedatangan mereka terkait dengan perubahan politik di Irak yang menyebabkan penguasa Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah menganiaya kelompok Syiah. Kemudian keempat orang yang menganut ideologi Syiah tersebut melarikan diri ke arah timur dan akhirnya sampai di Maluku Utara.
Mereka adalah Syech Mansur yang mengajarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera Muka serta dimakamkan di puncak Gamala Ternate. Syekh Yakub mengajarkan agama Islam di Tidore dan Makian dan dimakamkan di puncak Kie Besi (Gunung Besi) di Pulau Tidore. Syeh Amin dan Syech Umar mengajar agama Islam di Halmahera Belakang, Maba dan Patani. Orang-orang ini kemudian kembali ke Irak.
Sejak Kolano Kaicil Marhum menerima Islam di Maluku Utara pada tahun 1465-1486, agama ini telah diterima oleh semua orang di daerah itu, bahkan sampai ke tingkat kelembagaan. Salah satu kerajaan Islam pertama di Maluku Utara adalah kerajaan Ternate. Zainal Abidin kemudian mengambil perkembangan Islam dari sunan Ampel, menggabungkannya dengan institusi dan kebiasaan Maluku Utara. Penggantian predikat Kolano (raja) oleh sultan adalah adopsi paling penting dari institusi Islam. Raja Ternate pertama yang menjadi Sultan, Zainal Abidin, adalah tokoh yang harus dihormati karena jasanya dalam transformasi Islam ke dalam institusi kerajaan.
Sebelum dinobatkan sebagai sultan, Zainal Abidin berangkat ke Jawa untuk belajar agama Islam di Giri. Setelah kembali ke Ternate, ia mendirikan lembaga pendidikan Islam dan mendatangkan guru-guru dari Jawa, dan memerintahkan para syara' di wilayah kerajaan untuk belajar agama di sana.