Lihat ke Halaman Asli

Motif Politik dan Ekonomi di Balik Ngototnya Jokowi Mengadakan Pilkada di Tengah Pandemi

Diperbarui: 4 November 2020   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Saskia Zahraini

Mahasiswi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan -- Universitas Pamulang.

Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tetap bersikeras menyelenggarakan pemilihan kepada daerah (pilkada) pada Desember 2020 meski angka kasus COVID-19 terus meningkat.

PekanPekan lalu, angka kasus di Indonesia telah lampaui 300.000 dan sejauh ini belum ada tanda melambatnya penyebaran.

Ahli kesehatan telah menyarankan penundaan pilkada guna mencegah penyebaran virus, tapi tidak digubris.

Jokowi dikenal dengan julukan "Presiden Rakyat", tapi tampaknya dia kurang peduli pada suara publik yang juga menyarankan penundaan pilkada. Hasil survei di masyarakat menunjukan 63% memilih untuktunda pesta demokrasi ini. 

Saya berpendapat, bahwa keputusan pemerintah tidak menunda pilkada sebagian besar disebabkan oleh alasan ekonomi, meski faktor politik juga turut menentukan.

Alasan ekonomi

Pada September, enam bulan sesudah virus COVID-19 masuk di Indonesia, Jokowi mengubah fokus kebijakan dari ekonomi ke sektor kesehatan.

Akan tetapi, keputusan Jokowi untuk tetap menjalankan pilkada menunjukkan bahwa pemerintah masih menjadikan ekonomi prioritasnya.

Pilkada selalu terlihat menguntungkan dari sisi ekonomi, seperti menyuntikkan anggaran di masyarakat, baik secara legal  melalui persiapan logistik pemilu, atau bahkan ilegal melalui praktik jual-beli suara, apalagi ketika ekonomi bangsa sedang sulit bahkan mengalami resesi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline