Pemilihan Umum atau yang biasa disebut pemilu sudah sangat familiar ditelinga kita dan sangat kita pahami sebagai ajang pemilihan anggota legislative dan juga eksekutif. Namun ternyata, pada awalnya pemilu ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Namun setelah amandemen UUD 1945 yang keempat pada tahun 2002, pemilu juga digunakan untuk memilih presiden dan wakil presiden yang sebelumnya dilakukan oleh MPR. Dan mulai tahun 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemiliha kepala daerah dan wakilnya juga disertakan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali yang diikuti oleh semua warga negara Indonesia yang sudah berumur 17 tahun.
Pemilu sendiri sangat diperlukan agar rakyat dapat menyalurkan pendapatnya dalam memilih pelaksana pemerintahan. Dan dengan adanya pemilu, diharapkan anggota legislative serta eksekutif yang terpilih merupakan yang terbaik dan sungguh memiliki kemauan untuk memajukan bangsa dan negara, bukan hanya ingin terkenal dan sebagainya. Namun, dalam pelaksanaannya, pemilu sendiri sering menyimpang dari asas pemilu yaitu luberjudil dengan munculnya money politic yng menargetkan pemilih pemula yang baru saja berumur 17 tahun.
Sebagai pemilih pemula, saya dan yang lainnya memiliki harapan besar pada Pemilu Serentak 2019 yang menjadi ajang memilih tidak hanya calon presiden dan calon wakil presiden, namun juga anggota DPR,DPD,DPRD Provinsi, dan juga DPRD Kabupaten/Kota. Dimana diharapkan hasil Pemilu Serentak 2019 dapat menjadi titik balik Indonesia untuk menjadi lebih maju dan dapat memanfaatkan bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada tahun 2030 mendatang.
Pemilih pemula tidak hanya memiliki harapan besar pada Pemilu Serentak 2019 mendatang, Namun juga memiliki antusiasme yang besar untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dalam pemilu mendatang. Walau begitu, pemilih pemula seringkali terkendala beberapa hal saat akan berpartisipasi dalam pemilu, seperti : belum memiliki e-ktp, belum memiliki Surat Keterangan (Suket), rawan dipolitisasi dan dijadikan komoditas politik untuk mendongkrak popularitas serta elektabilits, rawan dipengaruhi oleh partai politik untuk bersedia mengikuti kampanye, masih mengidap penyakit labilitas dan emosionalitas, dan seringkali menjadi sasaran empuk politik uang atau money politic. Dan akibat kendala-kendala tersebut, pemilih pemula banyak yang lebih memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau Golput. Padahal, suara dari pemilih pemula yang berjumlah kurang lebih 5 juta jiwa pada 1 Januari 2019 sampai 17 April 2019 sangatlah berpengaruh pada hasil pemilu yang tentunya akan menentukan nasib Negara Indonesia.
Maka dari itu, bantuan dari seluruh pihak mulai dari pemerintah, sekolah, hingga keluarga sangat dibutuhkan agar pemilih pemula tidak kehilangan hak pilihnya dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam menentukan kemajuan bangsa dan negara melalui Pemilu Serentak 2019. Bantuan yang dapat dilakukan adalah :
- Kemendagri memerintahkan Dukcapil untuk segera dilakukan perekaman serta penerbitan e-KTP kepada pemilih pemula yang pada 17 April 2019 genap berusia 17 tahun sebelum akhir Desember 2019.
- Menerbitkan Surat Keterangan (Suket) bagi pemilih pemula sebagai pengganti e-KTP, apabila perekaman serta penerbitan e-KTP tidak selesai pada akhir Desember 2018.
- KPU serta Dukcapil harus tanggap mengenai cara mengeliminasi serta mencegah pemalsuan dan penyalahgunaan Suket.
- Mengadakan pendidikan pemilih kepada pemilih pemula sehingga pemilih tidak mudah dipengaruhi dan menghindari adanya politik uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H