Dalam upaya mengatasi tantangan gizi global, Griffith University, Australia, menjalin kerja sama strategis dengan Universitas Airlangga, Indonesia, untuk melakukan penelitian terkait double burden malnutrition. Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan antara status gizi dan anemia pada wanita usia subur yang tidak hamil serta dampaknya terhadap efektivitas suplementasi zat besi.
Double burden malnutrition atau beban ganda masalah gizi menjadi isu yang kompleks, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Fenomena ini menggambarkan kondisi di mana masyarakat menghadapi masalah gizi ganda, yakni kekurangan gizi dan kelebihan gizi, yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan individu maupun populasi secara luas. Dalam konteks ini, penelitian kolaboratif antara kedua universitas ini diharapkan mampu memberikan solusi yang relevan.
"Penelitian ini memiliki fokus pada wanita usia subur yang menjadi kelompok rentan terhadap anemia," ungkap Qonita Rachmah, S.Gz, M.Sc (Nut&Diet) selaku peneliti utama dari Griffith University. "Melalui studi ini, kami ingin memahami bagaimana status gizi, seperti indeks massa tubuh (BMI) dan persentase lemak tubuh, berkontribusi terhadap risiko anemia, serta sejauh mana suplementasi zat besi mampu memberikan dampak positif."
Sampel penelitian terdiri dari perempuan berusia 20 hingga 29 tahun yang memenuhi beberapa kriteria, di antaranya tidak sedang hamil, menyusui, atau menjalani diet khusus. Para partisipan akan melalui serangkaian proses, termasuk:
- Sesi skrining selama 15 menit untuk mengukur antropometri seperti berat badan, tinggi badan, lingkar perut, BMI, dan persentase lemak tubuh.
- Wawancara mendalam mengenai pola makan dan riwayat kesehatan.
- Pengambilan sampel darah untuk analisis laboratorium.
- Mengonsumsi suplemen zat besi selama 90 hari berturut-turut.
Prof. Trias Mahmudiono, S.KM., M.PH (Nutr.), GCAS, Ph.D., Guru Besar dari Universitas Airlangga, menyatakan bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap strategi penanganan anemia di Indonesia. "Dengan data yang akurat, kami dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas intervensi gizi seperti suplementasi zat besi. Hasil penelitian ini juga akan memberikan masukan bagi kebijakan kesehatan masyarakat," ujarnya.
Tidak hanya melibatkan mahasiswa dan peneliti dari kedua universitas, penelitian ini juga membuka peluang partisipasi aktif masyarakat. Para peserta penelitian akan mendapatkan manfaat berupa pemeriksaan kesehatan gratis serta informasi mengenai status gizi dan anemia mereka.
"Kami ingin memastikan bahwa penelitian ini memberikan manfaat langsung bagi para partisipan," tambah Qonita. "Selain itu, kolaborasi ini merupakan wujud komitmen kami dalam membangun kerja sama internasional yang berkelanjutan demi kemajuan ilmu pengetahuan."
Penelitian ini rencananya akan berlangsung selama enam bulan dengan lokasi utama di Surabaya. Dalam prosesnya, para peneliti akan terus memantau kondisi partisipan untuk memastikan kelancaran dan keamanan studi. Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan hasil penelitian tidak hanya relevan di tingkat lokal, tetapi juga dapat menjadi referensi global dalam mengatasi masalah double burden malnutrition.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI