Saat saya menerima undangan untuk berkunjung ke Manokwari, hal pertama yang saya lakukan adalah googling mengenai destinasi wisata apa yang ada di kota injil tersebut. Meskipun banyak artikel bertaburan di laman google, saya tidak mendapat banyak petunjuk.
Rata-rata artikel yang ada hanyalah listicle yang ditulis oleh media daring. Isinya pun semua nyaris sama, artikel pendek tanpa ada informasi tambahan yang membantu. Saya sulit sekali untuk menemukan artikel bagus yang membahas destinasi wisata Manokwari secara menyeluruh atau pun satu-persatu.
Tak hanya mengulik Google, saya pun mencari di Instagram melalui tagar #wisatamanokwari. Tagar tersebut hanya memunculkan sekita 130an hasil, dan rata-rata berisi postingan Pulau Mansinam serta Pantai Pasir Putih. Saat saya menggantinya dengan #exploremanokwari munculah ribuan postingan. Tapi setelah saya cek, ternyata isinya justru random dan tidak membantu.
Melihat hasil "riset ala-ala" tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi Pulau Mansinam dan Pasir Putih sebagai destinasi yang akan saya prioritaskan saat menjejak di Manokwari.
Setelah menempuh penerbangan berjam-jam dan transit di Bandara Sultan Hasanudin Makasar serta singgah sebentar di Bandara Sorong, pesawat bombardier Garuda pun mendarat dengan mulus di Bandara Rendani, Manokwari. Turun dari pesawat saya sudah disambut langit biru yang berhiaskan kumpulan mega.
Keluar dari bandara, saya dan seorang kawan sudah dijemput oleh Bang Aldi, driver baik hati yang wajahnya mirip dengan salah satu komika Indonesia, Abdur Arsyad. Kami pun langsung meluncur ke Hotel Valdos untuk menitipkan barang dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Mansinam.
Pulau Mansiman merupakan pulau yang sangat bersejarah bagi masyarakat Papua. Pulau ini adalah tonggak yang menandai munculnya peradaban modern di Bumi Cenderawasih. Pada 5 Februari 1855, tersebutlah dua orang misionaris asal Jerman, Carl Wilhelm Ottouw dan Jogann Gottlom Geissler menjejakkan kaki di wilayah Papua untuk pertama kalinya.
Mereka berdua lantas menyebarkan injil di pulau ini. Tak hanya itu, mereka juga mengajarkan cara hidup yang lebih modern kepada suku pribumi. Berawal dari Pulau Mansinam, kabar baik itu terus menyebar ke seluruh tanah Papua. Setelah lebih dari 160 tahun, kini di Mansinam dikembangkan sebagai wisata religi bagi umat Kristiani.
Di pulau ini wisatawan bisa melihat sisa-sisa peninggalan dua misionaris berupa sumur tua yang masih bisa digunakan. Saya juga menjumpai bangunan salib megah di bibir pantai yang menjadi penanda mendaratnya Outtow dan Geissler, serta patung Yesus memberkati di puncak bukit.
Saat masih di dermaga sebelum menyeberang ke Mansinam, tanpa sengaja saya berjumpa dengan rombongan Kepala Distrik Manokwari Timur yang hendak mengadakan kunjungan kerja ke Pulau Mansinam. Langsung saja kami berdua bergabung dengan rombongan dan naik kapal yang sama.
Di dalam perahu kami banyak bercakap dengan Bapa Yohanes yang baru saja ditugaskan menjadi Kepala Distrik pada pertengahan Desember lalu. Beliau mengungkapkan bahwa Distrik Manokwari Timur memiliki potensi wisata yang banyak. Mulai dari Pulau Mansinam, Pulau Lemon, Pantai pasir Putih, Pantai Bakaro, dan masih banyak lagi.