Lihat ke Halaman Asli

Sasetya wilutama

Penulis. Pemerhati budaya

Saksi Mata Kehidupan (1), Ia Sering Dipukuli Istrinya

Diperbarui: 6 November 2024   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini kisah nyata. Terjadi di sebuah kampung di wilayah Bogor, Jawa Barat.

Ia seorang kakek. Sebagai penghuni baru di kampung ini, saya tidak tahu namanya. Ia selalu lewat di gang kami. Berjalan pelan dengan beban pikulan dagangan di pundaknya. Kadang saya lihat ia di pagi hari, kadang sore hari. Ia menjual aneka gorengan, mulai pisang goreng, tape goreng, bakwan dan tempe goreng. Saya tidak pernah tertarik dengan dagangannya. Terkesan dibuat secara amatiran dan kurang mengundang selera.

Yang membuat saya tertarik adalah penampilan dan fisiknya. Ini menimbulkan rasa iba tersendiri dan sekaligus rasa kagum. Usianya sekitar 70 tahun lebih.  Bisa jadi ia tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Tampak sekali dari raut mukanya menyiratkan penderitaan yang dalam. Kurus dan matanya cekung dengan sorot mata yang pasrah. Orang setua dia, mustinya sudah menikmati hari tua bersama anak cucu. Istirahat di rumah. Tak perlu berpayah payah di terik matahari maupun hujan membawa beban pikulan dagangan yang berat.

Namun di balik rasa kasihan juga timbul rasa kagum. Orang setua dia masih berjuang untuk mencari nafkah secara halal, menghidupi keluarga. Sungguh bertolak belakang dengan beberapa orang muda yang lebih suka nongkrong klontang-klantung tidak punya pekerjaan di kampung kami. Atau orang-orang bertubuh gempal yang mencari uang dengan menjadi maling, tukang palak dan perbuatan kriminal lainnya. Jelas, si kakek jauh lebih terhormat daripada mereka.

Namun suatu hari saya dibuat terkejut dengan kehidupan sehari-hari si kakek. Saat berangkat shalat jamaah Ashar di masjid, saya lihat si kakek lagi duduk istirahat di pos ronda. Tampak juga pak Ridwan, ketua RT di kampung kami. Dagangan kakek tampak masih cukup banyak. Saya tidak tahu, apa saja yang dibicarakan pak RT kepada si kakek. Saya menyapa ketua RT sejenak dan terus menuju masjid.

Sekembali dari masjid, si kakek sudah tidak ada. Namun pak RT masih duduk sendirian. Disampingnya ada bungkusan tas kresek. Setelah saya amati ternyata gorengan yang dijual si kakek.

"Mas, mau gorengan ? Nih, bawa aja semua. Untuk anak-anak di rumah" seru pak RT sambil menyodorkan bungkusan.

"Lho...nggak pak. Terima kasih banget. Buat keluarga bapak saja. Kan bapak yang beli" jawab saya

"Ayolah...bawa saja. Saya ini hampir tiap hari beli gorengannya si kakek. Saya bagi-bagikan aja.. Kasihan banget dia jika dagangannya tidak habis"

Saya sebenarnya tidak ingin mengetahui perihal si kakek lebih jauh. Namun keterangan pak RT tadi memicu rasa keingin tahuan. "Emang kenapa pak ?" tanya saya penasaran.

"Dia bisa dipukuli istrinya. Orang-orang sini sudah paham"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline