Lihat ke Halaman Asli

Kurikulum Memakan Korban

Diperbarui: 13 Juni 2023   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

oleh: Sandra Puspita 132022040

Bimbingan Konseling 

Universitas Kristen Satya Wacana 

KURIKULUM MEMAKAN KORBAN

Kurikulum adalah perencanaan dan penyusunan tujuan, isi, serta bahan dan metode pembelajaran yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi kurikulum sangat penting dalam pembelajaran, kurikulum itu sendiri selain sebagai kurikulum. Panduan pembelajaran kurikulum, bila digunakan sebagaimana dimaksud, juga dapat memfasilitasi pengajaran dan pembelajaran bagi guru dan siswa.


Di negara kita sendiri, Indonesia banyak dilakukan perubahan atau penggantian kurikulum. Mulai dari Kurikulum 1947, 1994, 2006, 2013 hingga Kurikulum Merdeka saat ini. Namun, tidak ada kemajuan dalam buku sejarah, yang bahkan bisa disebut lemah dalam hal visi dan misi global. Pada masa kemerdekaan Indonesia, hanya dilakukan perubahan kurikulum dan pengujian kurikulum di dunia pendidikan republik itu menurut kepentingan politik penguasa. Padahal,harus berfokus dalam proses pendidikan, bukan terletak pada bongkar pasang kurikulum tetapi fokus menjadikan sektor pendidikan menjadi pilar utama pembangunan nasional untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam mengikuti kompetisi global dan fokus kepada program pembelajaran yang dapat diterima oleh generasi bangsa sendiri bukan mengikuti standar cara didik negara lain yang jelas berbeda dengan potensi atau daya tangkapnya.


Terlalu seringnya pergantian kurikulum, memperbaiki percobaan dan fokus pada kepentingan politik tanpa mengetahui kondisi nyata keadaanya , itu mampu menimbulkan dampak di lingkungan sekolah, khususnya dalam proses belajar mengajar. Efek negatifnya adalah butuh waktu lama bagi siswa untuk terbiasa dengan kurikulum baru. Akibatnya, prestasi siswa pun menurun. Efek ini tidak hanya berdampak pada siswa, tetapi sekolah juga mengalami hambatan dalam mewujudkan visi dan misinya. Selain itu, setiap sekolah memiliki sumber daya manusia, tenaga pengajar, karakteristik, sarana dan prasarana yang berbeda. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam implementasi kurikulum. Seperti yang kita ketahui, hal ini banyak terjadi di sekolah-sekolah yang terletak di daerah terpencil. Menerapkan kurikulum baru sangat sulit. Masih banyak kebutuhan pendidikan lainnya yang harus dipenuhi. Meskipun begitu perubahan kurikulum tetap membawa dampak positif, karena setiap perubahan selalu membawa dampak positif dan negatif. Hal baiknya siswa belajar sesuai dengan perkembangan jaman dengan sesuaian kondisi lingkungan dan dukungan fasilitas pengajaran sekolah. Karena pada masa transisi, siswa membutuhkan bimbingan yang baik dari guru yang berkualitas, kepala sekolah yang mendukung, fasilitas yang memadai dan orang tua yang menjadi acuan pembelajaran dan partisipasi siswa dalam program sekolah. Oleh karena itu, setiap pergantian kurikulum harus dibarengi dengan komponen yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi.


Itulah mengapa penting bagi kita untuk memahami bagaimana kurikulum bekerja agar konsep pemahaman tidak disalahartikan. Tugas ataupun fungsi kurikulum itu sendiri terdiri dari tujuh poin, yaitu. Pertama, kurikulum sebagai program studi, yaitu sebagai seperangkat mata pelajaran yang dapat dipelajari siswa di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Kedua, kurikulum sebagai isi, yaitu data atau informasi dalam buku pelajaran tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan pembelajaran. Ketiga, kurikulum sebagai kegiatan terencana berarti kegiatan terencana tentang hal-hal yang akan diajarkan dan cara mengajarkannya dengan hasil yang baik. Keempat, sebagai hasil belajar, kurikulum ibarat seperangkat tujuan yang lengkap untuk mencapai suatu hasil tertentu tanpa menentukan cara-cara yang dimaksudkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kelima, kurikulum sebagai reproduksi budaya, artinya mentransmisikan dan merefleksikan budaya masyarakat agar sesuai dan dipahami oleh anak-anak generasi muda masyarakat. Keenam, kurikulum sebagai pengalaman belajar, yaitu pembelajaran umum yang direncanakan oleh dewan sekolah. Ketujuh, kurikulum sebagai produksi adalah semacam seperangkat tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan.


Dengan adanya ketujuh fugsi tersebut diharapkan guru dan siswa mampu menerapakan sesuai dengan arahan yang tertera sehingga tidak mengalami dampak yang buruk dari perubahan kurikulum yang ada sehingga mampu mengelolah ataupun menerima kurikulum yang baru dengan baik sehingga mencapai tujuan yang diinginkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline