Lihat ke Halaman Asli

Nur Annisa Hamid

blogger dan content creator

Melihat Persahabatan dan Isu Sosial dari Sisi Kuliner dalam Film Aruna dan Lidahnya

Diperbarui: 6 Oktober 2018   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dok. pribadi)

Tahun 2014 Laksmi Pamuntjak merilis novel yang menceritakan kuliner Indonesia dengan judul "Aruna dan Lidahnya". Aruna sebagai tokoh utama diceritakan sebagai ahli wabah untuk unggas suka berpetualang mencicipi makanan memiliki sahabat Bono seorang chef dan teman Nadezdha sebagai penulis buku yang suka berpetualang.

Empat tahun kemudian novel tersebut diangkat ke layar lebar oleh Edwin sebagai sutradara dari Palari Film. Proses syuting dilakukan di lima kota yaitu Jakarta, Surabaya, Pamekasan, Pontianak dan Singkawang dengan makanan khasnya yang menggugah selera.

Sebelum film ini tayang, saya sudah penasaran akan ceritanya yang mengangkat kuliner Indonesia yang belum banyak diekspos media apalagi dibintangi Dian Sastro, Nicolas Saputra, Hannah Al Rasyid dan Oka Antara.

Tanggal 20 September 2018 saya mendapat press srceening Aruna dan Lidahnya di Plaza Indonesia. Awal film hanya membahas Aruna yang terobsesi akan nasi goreng buatan pengasuhnya dan Bono sahabat yang ingin mengajak Aruna wisata kuliner keliling Indonesia.

(dok. pribadi)

Kesempatan itu akhirnya datang saat Aruna mendapat tugas dari Burhan atasannya untuk menyelidiki flu burung di beberapa kota. Bono memiliki ide menemani Aruna bekerja sekaligus mencicipi kuliner daerah yang legendaris. Tak disangka Nad ikut dan Faris yang dulu teman sekantor Aruna juga hadir.

Kisah cinta antara Aruna dan Fariz yang belum usai tergambar dengan cerdas dalam dialog antara keempat orang dewasa sambil menikmati makanan. Isu politik, sosial, cinta dan perselingkuhan terungkap dengan dialog cerdas ditemani kuliner Indonesia.

Saya jadi mengetahui makanan khas Pamekasan Lorjuk yang kerangnya hanya ada di daerah itu dan mie kepiting Pontianak yang unik, enak dan bikin ngiler. Hal  yang bikin saya suka dalam film ini selain kulinernya, ialah ekspresi Dian Sastro melalui lirikan mata, gestur tubuh yang mengundang tawa penonton tanpa harus banyak dialog.

Lagu tahun 90an menghiasi beberapa adegan antara lain Rida Sita Dewi "Antara Kita" dan Jingga "Tentang Aku " yang mengungkapkan hubungan keempat pemain yang belum tuntas. Dua karakter yang berbeda antara Nad dan Aruna membuat pertemanan mereka tetap erat walaupun sempat timbul persepsi yang salah. Begitu juga dengan Bono dan Faris yang sama-sama ingin melindungi Aruna.

Faris yang berpacaran dengan wanita lebih tua dan sudah berkeluarga ternyata juga memendam perasaan terhadap Aruna. Bono yang sudah lama menyukai Nad juga belum berani menyatakan perasaannya. Dalam perjalanan ini lah akhirnya mereka mengetahui ada konspirasi dalam pengadaan barang sekaligus perasaan masing-masing.

(dok. pribadi)

Secara keseluruhan saya menyukai film Aruna dan Lidahnya yang mengungkapkan berbagai masalah dalam dialog ringan sambil menikmati makanan. Film ini cocok ditonton bagi penyuka kuliner, dewasa muda yang belum berkeluarga, orang yang suka berpetualang dan pengamat isu sosial.

Film ini bisa ditonton mulai 27 September di bioskop terdekat dan semoga bisa ditonton lebih banyak masyarakat karena menghadirkan juga William Wongso sebagai tokoh kuliner Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline