Lihat ke Halaman Asli

Jabatan Fungsional (Jabfung) Yang Tidak Profesional

Diperbarui: 29 Oktober 2021   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti Diklat Pengangkatan Jabatan Fungsional Teknik Tata Bangunan dan Perumahan (TBP). Setelah 3 tahun setelah pengangkatan baru kali saya disadarkan bahawa saya harus mengajukan angka kredit PAK. Betapa panik saya harus mengumpulkan berkas begitu banyak yang tercecer untuk disana-sini. Nilai PAK saya dianggap sedikit padahal ada 1 dokumen yang prosesnya dilakukan selama 2 tahun. Tapi dianggap seakan-akan saya bekerja sama dengan 1 dokumen yang bisa diselesaikan 1 hari.

Akibat peristiwa itu saya kembali mengulang ingatan perihal betapa paradoksnya jabatan fungsional. Ketika diklat itu saya mencoba menggali bagaimana teman-teman saya itu bisa mendapatkan nilai DUPAK yang banyak itu. Ternyata, yang mereka lakukan kebanyakan mengakali. Kadang-kadang yang diajukan kebanyakan mengakali, bahkan memanipulasi.

Jabfung Yang Tidak Profesional

Jabatan fungsional sering digembor-gemborkan sebagai jabatan yang mengedepankan profesionalitas. Saya sering diberi umpama bahwa dalam sebuah Rumah Sakit butuh Dokter-dokter terampil. Sepakat kita akan hal itu, tapi apakah pelaksanaan mudah? mari kita bedah.

1. Peraturan Yang Tidak Mutakhir

Kementerian PAN-RB sibuk meminta ASN lebih profesional, namun peraturan jabfung saya (TBP) masih menggunakan peraturan Tahun 1999 yang mana banyak istilah-istilahnya sudah tidak dipakai lagi. Bahkan banyak yang konyol. Misal item Audit Struktur, Analisa Struktur tidak ada namun pengujian tanah ada. Konon katanya akan ada peraturan baru  yang lebih sesuai zaman. Tapi dibalik itu, peraturan dibahas sudah bertahun-tahun. Nah bagaimana ini KemenPAN-RB, jangan hanya menyuruh ASN profesional bla ble blo tapi dianya juga lamban.

2.  Terlalu Fleksible

Dari butir-butir unsur dan subunsur yang bahasanya sulit dimengerti itu, saya melihat kecendurangan terlalu fleksibel. Ini mungkin menggembirakan teman-teman yang mana jabfungnya tidak terlalu teknis. Tapi akibatnya jabfung semakin kabur esensinya. Padahal keberadaan jabfung penting untuk mendapatkan kebijakan dan masukan yang tepat. Contoh, di TBP ada perencanaan pembiayaan (bukan RAB) tapi anehnya manajemen proyek tidak ada. Di dalam peraturan baru fleksibilitas ini untuk menampung aspirasi teman2 yang di non teknis tapi akibatnya jabfung ini semakin tidak jelas spesialisasinya. Misalnya seseorang hanya fokus di satu aspek TBP tapi tidak berhubungan dengan teknis, maka posisi jabfungnya menipu. Misalnya kerjaannya hanya urusan pengadaan tanah, maka sebenarnya dia bukan keahlian bangunan dan perumahan.

3. Menimbulkan birokratisasi baru

Ini terjadi karena demi mendapat nilai PAK yang besar, mereka akan membuat-mebuat kegiatan, pengawasan-pengawasan baru, aturan-aturan izin baru dan pedoman teknis/standar teknis yang semakin saja.

4. Jabfung Tidak Sesuai Kebutuhan

Saya bekerja di pusat melihat kebutuhan jabfung tidak terlalu banyak. Karena kita sifatnya pembuat kebijakan, strategi dan penganggaran. Memang bisa, cuma peluang menimbun DUPAK yang banyak tidak terlalu. Apalagi setelah desentralisasi, dimana hampir di pusat tidak ada lagi satker pelaksana (fisik) maka kebutuhan jabfung sedikit kecuali pengelola teknis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline