Salah satu bentuk kejahatan yang berkembang dalam masyarakat dan merupakan suatu tindak pidana adalah penganiayaan. Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan "perbuatan sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya) untuk menyakiti orang lain dengan sengaja dan menimbulkan kerugian baik berupa rasa sakit, luka atau kerugian kesehatan orang lain." Penganiayaan sendiri telah diatur dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Perkembangan dewasa ini, tindak pidana penganiayaan yang ada mulai menggunakan alat bantu berupa panah wayer yang bentuknya berupa anak panah bergerigi dengan bahan dasar besi atau alumunium yang ditembakkan dengan perantara ketapel atau pelontar karet. Tindak pidana penganiayaan menggunakan panah wayer ini sering ditujukan kepada kaum lemah seperti wanita dan anak. Namun berjalanya waktu, faktanya, anak bukan lagi menjadi korban melainkan mulai bertransformasi sebagai pelaku tindak pidana.
Fenomena anak menjadi pelaku tindak pidana penganiayaan menggunakan panah wayer khususnya di Kota Gorontalo dapat dilihat dari maraknya berita di media cetak, yakni "seorang pengemudi ojek online bernama Muhammad Tasdik (29) menderita luka di bagian dada kanan akibat tertusuk panah wayer di Jalan Bali, Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo. Mirisnya, para pelaku masih ABG. Bahkan dua di antaranya adalah pelajar SMA. RY (19), RA (17), dan AM (17) ditangkap di lokasi berbeda, Selasa (12/2)." Dalam kasus yang berbeda, sebagaimana diberitakan oleh Beritatagar.id5 "Rabu (13/2) lalu, tim Alap-Alap Satreskrim Polres Gorontalo Kota mengamankan 11 orang siswa SMP-SMA yang diduga terlibat dalam kasus penembakan panah wayer di Jalan Tri Brata, Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo, pada hari yang sama. Korbannya adalah teman sebaya mereka, Galang Saido (15)." Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, dimana anak dibawah umur memainkan peran utama dalam teror panah wayer di serambi madinah ini. Data terbaru yang penulis peroleh dari Polres Gorontalo Kota juga semakin menegaskan eksistensi anak dalam tindak pidana penganiaayan menggunakan panah wayer.
Jumlah kasus tindak penganiayaan menggunakan panah wayer ini tentunya sangat meresahkan. Saking meresahkannya Kapolres Gorontalo Kota yakni AKBP. Robin Lumban Raja melalui Kasat Reskrim Polres Gorontalo Kota, AKP Handy Senonughroho dalam keterangan persnya menyatakan "Jika ada masyarakat ataupun anggota yang terancam nyawanya, saya perintahkan untuk tidak segan-segan tembak pelaku di tempat. Tindakan mereka bisa menghilangkan nyawa siapapun dan mereka sangat liar menyasar siapa saja." Pernyataan tegas ini jelas merupakan bentuk respon terhadap maraknya teror panah wayer yang menimbulkan ketakutan tersendiri bagi masyarakat dalam beraktifitas khususnya di malam hari. Tindakan tegas jelas diperlukan akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah pelaku teror merupakan anak-anak. Perlu langkah khusus dalam penanggulangan hukumnya. Hal ini mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa sekaligus bibit muda pembawa harapan pembaharuan bangsa terlebih lagi eksistensi dari anak mendapatkan etensi khusus dari negara dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam kosideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa : "Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembangsecara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi."
Hal ini diatur juga dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tergambar jelas dari amanah peraturan perundang[1]undangan yakni tumbuh kembang anak merupakan esensi yang perlu mendapatkan atensi masyarakat luas terlebih khusus pemangku kebijakan dan pelaksananya di lapangan akan tetapi disisi lainnya kenakalan anak merupakan suatu ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial yang dapat menimbulkan konflik. "Kenakalan anak di samping merupakan masalah kemanusiaan juga merupakan masalah sosial, sehingga penanganan kenakalan anak merupakan tanggungjawab bersama anggota masyarakat", teristimewa dalam hal ini adalah penegak hukum.
"di ambil dari beberapa kutipan jurnal ".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H