Ini yang selalu muncul setiap kali pergantian tahun, rasa sesal sekaligus syukur dalam hati. Sesal muncul karena tidak puas dengan hasil yang diraih tidak sebagus yang seharusnya mampu dicapai. Rasa syukur muncul karena munculnya rasa sesal bisa dipakai sebagai dasar perbaikan dalam menjalani kegiatan di tahun-tahun yang akan datang, tahun 2024.
Apa bedanya pergantian tahun dengan pergantian hari? Sama saja, hanya soal panjang dan pendek. Pergantian hari terjadi setiap 24 jam sedangkan pergantian tahun terjadi setiap 365 hari. Tetapi rasa yang muncul bisa jadi sama saja, sesal dan syukur.
Bukankan setiap hari kita beraktifitas dan bisa jadi setiap hari pula kita tidak melakukannya secara baik, tuntas dan maksimal sehingga menimbulkan rasa sesal. Sesal karena tidak menggunakan potensi yang kita miliki sepenuh-penuhnya.
Seorang pelajar atau mahasiswa bisa jadi menyesal mendapat nilai buruk karena tidak belajar dengan baik. Seorang pedagang bisa juga menyesal karena target penjualan tidak tercapai karena promosi kurang maksimal.
Seorang pegawai mungkin tidak puas dengan kinerjanya sendiri karena bekerja tanpa semangat. Seorang pengusaha bisa menyesal karena kurang jeli melihat celah-celah bisnis.
Daftar seperti ini bisa menjadi sangat panjang, termasuk daftar rasa sesal yang muncul pada banyak orang karena gagal berhenti merokok. Betapa banyak orang membuat resolusi di tahun yang baru ingin hidup sehat dengan berhenti merokok, tetapi selalu gagal. Bahkan peringatan bahaya merokok yang tertulis di bungkusnya sama sekali diabaikan.
Bagitupun bagi para partisipan Pemilu, para Caleg, para Capres, para Cawapres lumrahnya membuat resolusi agar hasilnya nanti bisa lolos terpilih dan masuk "Senayan" atau masuk Istana.
Kalau untuk mewujudkan resolusi itu mereka tidak menggunakan potensinya secara maksimal akan menimbulkan rasa sesal yang menggunung. Rasa sesal karena biaya, tenaga dan pikiran besar ternyata tidak membawa hasil.
Pemilu yang datang setiap lims tshun ini memang istimewa. Pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat tidak bisa dianggap ringan. Media massa maupun media sosial setiap saat dipenuhi dengan berita seputar Pemilu.
Mendekati hari pencoblosan, melalui media sosial, ribuan orang bahkan mungkin jutaan orang teribat interaksi yang sangat intensif dengan bertukar kata-kata dan berperang gagasan serta pilihan. Interaksi tersebut bisa semakin mempererat hubungan karena kesamaan pilihan, tetapi bisa juga menimbulkan perselisihan karena beda pendapat dan beda pilihan.
Di alam demokrasi, perbedaan sebenarnya adalah sesuatu yang lumrah terjad. Tetapi di masyarakat yang kental dengan budaya ewuh pakewuh, sungkan dan tidak siap dengan beda pendapat dan pilihan perbedaan yang tipis-tipis pun bisa menjadi sumber perpecahan.